BRIN: Potensi Bioetanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Capai 1,6 Juta Ton per Tahun

Peneliti BRIN, Roni Maryana, memaparkan bahwa Indonesia berpotensi menghasilkan lebih dari 1,6 juta ton bioetanol setiap tahun melalui pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit yang mencapai 50 juta ton.

BERITA HAI INOVASI SAWIT

Arsad Ddin

26 Juni 2025
Bagikan :

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kimia, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Roni Maryana, dalam Orasi Pengukuhan Profesor Riset di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Jakarta, Rabu (25/6/2025). (Foto: Dok. BRIN).

Jakarta, HAISAWIT – Potensi pemanfaatan limbah kelapa sawit untuk energi terbarukan terus menjadi perhatian kalangan peneliti. Salah satu fokusnya adalah konversi tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi bioetanol generasi kedua (G2).

Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Kimia, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN, Roni Maryana, mengangkat isu tersebut dalam Orasi Pengukuhan Profesor Riset yang digelar di Jakarta, Rabu (25/6/2025).

Dalam orasinya, ia menyampaikan bahwa ketersediaan limbah sawit di Indonesia cukup besar dan memiliki potensi yang signifikan untuk dikembangkan sebagai bahan baku bioenergi.

“Dengan luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini, diperkirakan dapat menghasilkan limbah kelapa sawit mencapai 50 juta ton per tahun. Biomassa sebesar itu yang dapat menghasilkan lebih dari 1,6 juta ton bioetanol,” ujar Roni, dikutip dari laman BRIN, Kamis (26/06/2025).

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemanfaatan biomassa lokal bukan hanya mendukung kebutuhan energi bersih, tetapi juga membuka peluang industrialisasi yang lebih berkelanjutan.

“Dengan memanfaatkan biomassa lokal, kita bisa mengurangi ketergantungan dan menciptakan nilai tambah industri baru yang hijau dan berkelanjutan,” tambahnya.

Dalam pemaparannya, Roni menyebutkan bahwa bioetanol G2 dari TKKS tidak bersaing dengan kebutuhan pangan, berbeda dengan bioetanol G1 yang berbasis bahan makanan seperti tebu dan jagung.

Ia juga menyampaikan bahwa teknologi yang dikembangkan timnya telah mencakup reaktor portabel skala laboratorium serta screw continuous reactor (SCR) skala pilot, yang mampu mengolah biomassa secara kontinu dengan efisiensi tinggi.

Selain itu, ia menekankan bahwa pengembangan reaktor delignifikasi menjadi bagian penting dalam meningkatkan efisiensi konversi biomassa lignoselulosa menjadi bioetanol.

Dalam sesi akhir orasinya, Roni menutup dengan pernyataan terkait pentingnya inovasi dari sisi hulu hingga hilir untuk mendukung transisi energi bersih di Indonesia.

“Dari laboratorium hingga ladang sawit, inovasi konversi biomassa kini menjadi harapan baru dalam mewujudkan Indonesia yang mandiri energi bersih dan berkelanjutan,” tuturnya.

BRIN mencatat bahwa bioetanol dari TKKS merupakan bagian dari pengembangan bioenergi nasional sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 40 Tahun 2023 tentang percepatan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel).

Indonesia sendiri saat ini baru mencapai 14,1 persen dari target energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional tahun 2025 sebagaimana ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Upaya pemanfaatan limbah sawit menjadi bioetanol menjadi salah satu strategi yang dinilai dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian target tersebut, khususnya melalui riset dan teknologi konversi biomassa yang dikembangkan oleh lembaga riset nasional.***

Bagikan :

Artikel Lainnya