
Jakarta, HAISAWIT - Sesi
pertama Hai Sawit Simposium (HASI) 2025 dibuka dengan topik strategis
bertajuk "Replanting dan Desain Mekanisasi pada Areal Teras",
yang mengulas tantangan dan solusi teknis dalam peremajaan kebun kelapa sawit,
khususnya di wilayah dengan topografi curam dan bertingkat (terraced area).
Sesi ini menghadirkan dua
narasumber berpengalaman, yaitu Bapak Abdul Halim, General Manager Plantation
dari Sarawak Plantation Berhad (Malaysia), dan Bapak R. Ravichandar M. Ramiah,
Chief Estate Operations PT Rea Kaltim Plantations (Indonesia). Diskusi dipandu
oleh Bapak Tatang Somantri, Head of Agronomy dari Minanga Group.
Dalam pemaparannya, Bapak
Abdul Halim menjelaskan pendekatan strategis yang telah diterapkan di Sarawak,
termasuk:
- Penggunaan alat berat dengan sistem stabilisasi
untuk kemiringan ekstrem.
- Desain terasering yang memperhitungkan arah aliran
air dan aspek keselamatan kerja.
- Integrasi pemetaan drone dan GIS untuk memandu
perencanaan serta pelaksanaan replanting.
“Di Malaysia, fokus kami
adalah efisiensi dan keberlanjutan. Dengan medan yang menantang, desain dan
implementasi mekanisasi harus adaptif dan presisi,” ujarnya.
Sementara itu, Bapak R.
Ravichandar menekankan bahwa perencanaan replanting harus dimulai sejak awal
dengan pendekatan berbasis data dan analisis teknis yang matang. Beliau
memaparkan proses komprehensif yang diterapkan di PT REA Kaltim Plantations,
antara lain:
- Pemetaan awal menggunakan teknologi LIDAR dan data
kontur topografi.
- Desain terrace planting lebar 4–5 meter,
dengan jarak evakuasi TBS maksimal 250 meter.
- Penerapan jalan silang dan sejajar berkemiringan
rendah (<5°) untuk mendukung mekanisasi.
- Penyesuaian posisi drainase dan gundukan tanah (mounding)
demi stabilitas lahan.
- Penekanan pada single handling dan
konektivitas langsung antara teras dan jalan utama.
“Desain mekanisasi bukan
hanya soal alat, tetapi soal efisiensi, kemudahan akses, dan kelayakan
implementasi jangka panjang. Tanpa dukungan SDM terlatih dan rencana yang
matang, teknologi tak akan efektif,” tegas Ravichandar.
Diskusi interaktif ini
menyimpulkan bahwa keberhasilan replanting di areal teras menuntut integrasi
antara aspek agronomi, desain teknis, dan kesiapan organisasi. Efisiensi,
konservasi tanah-air, dan keselamatan kerja menjadi pilar utama.
Sesi ini dihadiri oleh
ratusan peserta dari kalangan profesional perkebunan, peneliti, akademisi,
hingga perwakilan pemerintah. Antusiasme tinggi terlihat dalam sesi tanya
jawab, yang membahas potensi kolaborasi dan replikasi praktik terbaik antara
Indonesia dan Malaysia.
Melalui sesi ini, kegiatan HASI
2025 menegaskan pentingnya pertukaran pengetahuan lintas negara untuk
mewujudkan praktik replanting yang produktif, adaptif terhadap medan sulit, dan
berkelanjutan di masa depan.