-
April
9 Juni 2024-
April
9 Juni 2024Jayapura - Dalam rangka mewujudkan Papua Emas 2045, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengambil inisiatif bersama perusahaan anggota di Papua untuk mempromosikan sawit ramah anak. Inisiatif ini tidak hanya dijalankan di tengah perkebunan sawit, tetapi juga melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat, dan keagamaan dalam mempromosikan perlindungan anak. Upaya tersebut diwujudkan melalui seminar dan workshop bertajuk "Papua Emas 2045 Bersama Sawit", yang diadakan pada Rabu-Kamis, 5-6 Juni 2024, di Jayapura.
Sumarjono Saragih, Ketua GAPKI Bidang Pengembangan SDM, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mendorong gerakan perlindungan anak mulai dari kebun sawit, perdesaan sawit, hingga masyarakat luas. “Melalui kegiatan itu, GAPKI mendorong gerakan perlindungan anak. Dimulai dari kebun sawit, perdesaan sawit hingga masyarakat luas. Jadi Sawit Indonesia Ramah Anak (SIRA) untuk Papua Emas 2045,” ujarnya pada Jumat, 7 Juni 2024. Anak-anak dilindungi, hak-hak mereka dihormati dan dipenuhi, tanpa mempekerjakan atau mengeksploitasi mereka. Selain itu, GAPKI juga memastikan adanya tempat asuh anak yang aman dan nyaman, pendidikan yang memadai, serta akses ke fasilitas kesehatan.
Sumarjono menekankan bahwa praktik baik di perkebunan sawit ini diharapkan bisa diterapkan di tengah masyarakat luas. “Ini adalah model praktik baik di perkebunan sawit. Kita berharap semangat yang sama juga dilakukan di tengah masyarakat. Dengan cara demikian kita akan menghasilkan generasi emas 2045 di Papua dan Indonesia,” jelasnya. Sejarah panjang sawit di Sumatera yang sarat praktik baik dan transformasi sosial di perdesaan menjadi contoh yang ingin diadaptasi di Papua. Sawit hadir di Papua dengan membawa misi dan manfaat sosial yang sering kali tidak dihitung, namun memiliki potensi besar untuk percepatan kemajuan tanah Papua.
Lebih lanjut, Sumarjono mengatakan bahwa kehadiran sawit di Papua relatif baru dan seringkali menghadapi penolakan, padahal ada banyak sisi positif yang terlupakan. Khususnya, penduduk asli Papua (AOP) memerlukan perhatian khusus. “Terbukti dari berbagai program dan otonomi khusus dari pemerintah. Tentu itu tidak cukup. Perlu dukungan dan partisipasi banyak pihak. Termasuk perkebunan sawit,” katanya. Meski ada kontroversi, kehadiran sawit di perdesaan membawa dampak baik seperti peluang ekonomi baru bagi masyarakat sebagai pekerja dan petani plasma, serta peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan tatanan sosial lainnya.
Sumarjono menambahkan bahwa praktik baik sawit ramah anak adalah salah satu cara untuk mempersiapkan generasi emas 2045. “Tanpa itu, bagaimana mewujudkan Papua Emas 2045? Oleh karena itu sawit di perdesaan menjadi penting. Mungkin sawit justru menjadi motor dan kunci bila ada racikan kebijakan tepat dan bersama,” pungkasnya. Dengan upaya bersama yang konkrit dalam 20 tahun ke depan, Papua Emas 2045 bukan hanya impian, tetapi bisa menjadi kenyataan.