-
April
30 Mei 2024-
April
30 Mei 2024Jakarta - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengkritisi besaran denda yang dikenakan terhadap lahan sawit yang teridentifikasi masuk dalam kawasan hutan. Berdasarkan 18 Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MENLHK), total kebun sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan mencapai 3,4 juta hektare (ha), dengan 569 perusahaan anggota Gapki yang mencakup area seluas 810.425 ha.
Eddy menjelaskan bahwa 569 kebun sawit ini masuk dalam kategori 110A dan 110B, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang menyisipkan dua pasal baru, yaitu Pasal 110A dan 110B. Untuk kategori 110A, KLHK telah mengeluarkan tagihan pada 31 Desember 2023 kepada 365 subjek hukum dengan luas sekitar 600 ribu ha. Denda administrasi berupa kewajiban pembayaran PSDH-DR berkisar antara Rp. 1 juta hingga Rp. 6,5 juta per hektare, tergantung pada tegakan saat pembukaan areal.
Sementara itu, kategori 110B akan mulai diberlakukan pada pertengahan tahun 2024. Namun, sudah ada perusahaan yang menerima tagihan dengan nilai denda lebih dari Rp. 96 juta per hektare. Eddy menjelaskan bahwa perusahaan yang masuk kategori 110B hanya diizinkan menyelesaikan sisa satu siklus tanam. “Terinfo ada sekitar 2,4 juta ha kebun sawit yang masuk dalam kategori 110B yang hanya dibolehkan satu siklus tanaman,” ujarnya dalam acara Diskusi Publik Pencegahan Maladministrasi dalam Layanan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit di gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Senin (27/05).
Eddy menambahkan bahwa ketentuan ini membuat perusahaan harus membayar denda yang sangat besar, yang berpotensi menyebabkan kebangkrutan. “Akan terjadi penurunan areal sebesar 2,4 juta ha atau penurunan produksi sekitar 7,2 juta ton, sehingga target peningkatan produksi, kebutuhan dalam negeri, ekspor, serta pemenuhan Program Bioenergi dalam rangka Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai,” tambahnya. Menurutnya, besarnya denda juga akan berdampak pada Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), yang tidak akan terlaksana sesuai target.
Selain itu, Eddy menyoroti ketidakpastian hukum bagi pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Usaha (HGU). “Ketidakpastian hukum ini menurunkan kredibilitas Pemerintah di mata publik karena tidak adanya kepastian hukum,” tutupnya.
Sumber : gapki.id