Inovasi Energi RI: 5 Bahan Bakar Pengganti Bensin yang Menjanjikan

Inovasi Energi RI: 5 Bahan Bakar Pengganti Bensin yang Menjanjikan

BERITA HAI INOVASI SAWIT

April

22 Juli 2024
Bagikan :

Jakarta - Indonesia masih menjadi 'pecandu' Bahan Bakar Minyak (BBM), terutama untuk sektor transportasi. Hal ini terbukti dengan tingginya permintaan BBM dalam negeri yang diiringi dengan tingginya impor BBM. Pada tahun 2023, total impor produk BBM RI mencapai 26,8 juta kiloliter (kl). Sementara itu, konsumsi BBM dalam negeri pada tahun 2023 tercatat sebesar 36 juta kl untuk jenis gasoline atau bensin.

Menurut Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2023, penjualan BBM mencapai 80,4 juta KL, dengan penjualan tertinggi untuk produk Biogasoil sebesar 35,7 juta KL, diikuti oleh Gasoline RON 90 sebesar 30,2 juta KL. Saat ini, dunia termasuk Indonesia tengah berupaya mengurangi emisi karbon melalui target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengurangi konsumsi BBM yang menghasilkan emisi karbon tinggi.

Lantas, apa saja bahan bakar pengganti BBM yang bisa digunakan di dalam negeri?

1. Bioetanol

Indonesia saat ini tengah mengembangkan bioetanol, bahan bakar pengganti BBM yang berasal dari tetes tebu atau molase. Bioetanol digunakan sebagai bahan campuran BBM. Direktur Bioenergi EBTKE Kementerian ESDM, Edi Wibowo, menyampaikan bahwa aturan tersebut juga mencakup diversifikasi tanaman penghasil bioetanol seperti padi, jagung, singkong, dan sorgum.

Saat ini, produksi bioetanol di Indonesia baru mencapai sekitar 40 ribu kiloliter (KL) per tahun. Target pemerintah untuk tahun 2030 adalah mencapai produksi sebanyak 1,2 juta KL, yang diharapkan dapat mengurangi impor BBM sebesar 60%, khususnya jenis bensin yang mencapai 35,8 juta KL pada tahun 2022.

2. Bahan Bakar Gas (BBG)

Salah satu sumber energi bersih yang diandalkan dalam proses transisi energi adalah gas. Emisi gas dinilai jauh lebih rendah daripada batu bara, sehingga cocok untuk sumber energi transisi dari energi fosil ke energi bersih. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan, gas bumi menjadi sumber energi yang paling cocok untuk fase transisi energi ini, terutama karena Indonesia memiliki pasokan gas yang melimpah.

Sekitar 30 tahun yang lalu, Indonesia pernah memanfaatkan gas sebagai sumber energi untuk sektor transportasi dengan membangun 28 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG). Namun, permintaan untuk kendaraan berbahan bakar gas menurun karena kurangnya dukungan kebijakan pemerintah.

3. Kendaraan Listrik

Indonesia saat ini tengah mendorong penggunaan kendaraan listrik di dalam negeri, serta ekosistem baterai kendaraan listrik. Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, menyebutkan bahwa biaya mengisi daya kendaraan listrik melalui Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) hanya sekitar Rp3.500 per liter BBM equivalent.

"Untuk SPKLU sudah ada tarif dari Menteri ESDM jadi sekitar Rp 3.500 per 1 liter equivalent pakai SPKLU," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Jakarta.

4. Hidrogen

Untuk mencapai target NZE 2060, Indonesia mengembangkan energi baru, yaitu hidrogen. Indonesia memiliki potensi energi hidrogen hingga 32 juta ton per tahun. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyatakan bahwa potensi hidrogen di Indonesia masih sangat besar, dengan perkiraan permintaan hidrogen beberapa tahun ke depan sekitar 13 juta ton per tahun.

"Potensinya ke depan itu kita mempunyai angka sampai dengan 32 juta ton per tahun. Dan demand kita itu kita prediksi antara 9,8 juta sampai dengan sekitar 13 juta," ungkap Eniya dalam Energy Corner CNBC Indonesia.

5. Bioavtur

Subholding Refining & Petrochemical Pertamina terus berkomitmen menyediakan BBM ramah lingkungan di Indonesia, salah satunya melalui BBM 'hijau' berbasis minyak sawit (CPO), baik untuk Solar maupun avtur. Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya telah berhasil memproduksi bahan bakar pesawat jenis Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur.

Produksi dilakukan di Green Refinery Kilang Cilacap dengan campuran minyak sawit sebesar 2,4% berkapasitas 9.000 barel per hari (bph), menggunakan bahan baku produk turunan sawit, Refined Bleach Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO).

Sumber : cnbcindonesia.com

Bagikan :

Artikel Lainnya