Komnas HAM: Masih Banyak Aduan Buruh Sawit di Kalbar, Termasuk PHK Sepihak dan Upah Tidak Layak

Komnas HAM Kalbar menerima banyak pengaduan dari buruh sawit terkait PHK sepihak, upah tidak layak, dan buruknya kondisi kerja. Penyelesaian masalah dinilai perlu melibatkan perundingan bipartit dan tripartit, serta peran aktif negara.

BERITA

Arsad Ddin

22 April 2025
Bagikan :

Permasalahan hak buruh di sektor sawit Kalbar dibahas dalam acara Ruang Terbuka RRI Pro 1 Pontianak, Rabu (17/04/2025). (Foto: komnasham.go.id)

Pontianak, HAISAWIT – Dalam siaran Ruang Terbuka RRI Pro 1 Pontianak bertema “Pemenuhan hak-hak buruh wujudkan perkebunan sawit berkelanjutan dan capaian SDGs”, Komnas HAM menyampaikan masih banyak pengaduan terkait pelanggaran hak buruh di sektor perkebunan kelapa sawit, Rabu (17/04/2025).

Kepala Sekretariat Komnas HAM Kalimantan Barat, Nelly Yusnita, menjelaskan bahwa perusahaan kelapa sawit masih menjadi pihak terlapor dalam banyak kasus yang masuk ke pihaknya.

“Penyelesaian sengketa ketenagakerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab perusahaan, namun juga negara di mana negara juga berperan dalam memastikan keberalanjuan bisnis dengan meminimalisir dampak negatif aktivitas bisnis tersebut,” kata Nelly Yusnita, dikutip dari laman Komnas HAM.

Nelly juga mengungkapkan bahwa aduan yang diterima terbagi dalam dua isu utama, yakni agraria dan ketenagakerjaan.

Isu agraria mencakup sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan, sementara isu ketenagakerjaan mencakup pemutusan hubungan kerja sepihak dan persoalan upah.

Selain itu, laporan juga mencakup tidak dipenuhinya fasilitas kesehatan dan lingkungan kerja yang tidak layak.

Kondisi lainnya yaitu tidak adanya transparansi dalam perhitungan upah, serta terbatasnya kebebasan buruh untuk berserikat.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Irjat Sudrajat, juga memberikan pandangannya terkait permasalahan buruh di lapangan.

Ia menyebutkan bahwa masih ditemukan ketimpangan antara pemberi kerja dan pekerja, upah yang rendah, dan dugaan buruh anak di sektor perkebunan sawit.

Deputi Direktur Teraju Indonesia, Bayu Sefdiantoro, menekankan pentingnya perusahaan memenuhi kewajiban ketenagakerjaan.

“Baik perusahaan kecil, menengah, ataupun besar wajib memenuhi hak-hak buruh,” ujarnya.

Sementara itu, Hermanus selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Barat menjelaskan langkah penyelesaian sengketa ketenagakerjaan di tingkat perusahaan.

“Apabila tidak ada kesepakatan dalam perundingan bipartit, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di tingkat Kabupaten atau Kota memfasilitasi penyelesaian melalui perundingan tripartit dengan melibatkan mediator,” ucapnya.

Budiono dari Bidang Ketenagakerjaan GAPKI Kalbar menyampaikan bahwa pengusaha sawit berupaya mengikuti regulasi pemerintah.

“Regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait ketenagakerjaan telah banyak dikeluarkan dan para pengusaha tentunya berkomitmen untuk menjalankan peraturan yang ada,” katanya.

Menurut data dari Komnas HAM Kalbar, sebagian besar kasus yang diterima masih bersifat berulang dan melibatkan pelanggaran hak dasar buruh.

Adapun mekanisme penyelesaian melalui Lembaga Kerja Sama Bipartit dianggap sebagai langkah awal yang krusial untuk menyelesaikan sengketa secara musyawarah.

Namun dalam beberapa kasus, penyelesaian memerlukan mediasi lanjutan oleh instansi pemerintah agar proses berjalan adil dan konstruktif.***

Bagikan :

Artikel Lainnya