Pemerintah Perketat Aturan Ekspor Produk Turunan Sawit untuk Lindungi Industri Lokal

Pemerintah resmi memperketat aturan ekspor POME, HAPOR, dan minyak jelantah demi memastikan bahan baku tersedia untuk industri minyak goreng dalam negeri serta mendukung program biodiesel B40.

BERITA

Arsad Ddin

13 Januari 2025
Bagikan :

Tandan Buah Kelapa Sawit (Foto: gapki.id)

Jakarta, HAISAWIT – Pemerintah resmi memperketat aturan ekspor produk turunan kelapa sawit seperti Palm Oil Mill Effluent (POME), High Acid Palm Oil Residue (HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025.

Langkah ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO) bagi industri dalam negeri.

“Menindaklanjuti arahan Presiden, kami menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah saat ini adalah memastikan ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO) bagi industri minyak goreng,” ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso, atau yang akrab disapa Mendag Busan, dikutip, Senin (13/01/2025).

Kebijakan ini juga mendukung pelaksanaan program biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40). Mendag Busan menambahkan,

“Tentu akan ada dampak dari kebijakan ini. Namun, sekali lagi kami tegaskan, kepentingan industri dalam negeri adalah yang paling utama.”

Dalam regulasi baru ini, eksportir POME, HAPOR, dan UCO diwajibkan memenuhi sejumlah syarat untuk mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE). Syarat tersebut dibahas dalam rapat koordinasi antarkementerian/lembaga pemerintah terkait yang bertanggung jawab di bidang pangan.

Mendag Busan menjelaskan bahwa eksportir yang telah memiliki PE berdasarkan Permendag Nomor 26 Tahun 2024 masih dapat melaksanakan ekspor hingga masa berlaku PE tersebut habis.

“Bagi para eksportir yang telah mendapatkan PE residu dan PE UCO, PE-nya tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir,” jelasnya.

Data menunjukkan bahwa volume ekspor POME dan HAPOR dalam lima tahun terakhir meningkat pesat, mencapai 4,87 juta ton pada tahun 2023. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan ekspor CPO yang hanya mencapai 3,60 juta ton pada periode yang sama.

“Kondisi ini jika terus terjadi, maka akan mengkhawatirkan bagi ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri di dalam negeri,” tegas Mendag Busan.

Selain itu, praktik pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi POME dan HAPOR secara langsung juga menjadi perhatian. Kondisi ini diduga menyebabkan berkurangnya pasokan TBS untuk Pabrik Kelapa Sawit (PKS) konvensional.

Dengan diterbitkannya Permendag Nomor 2 Tahun 2025, pemerintah berharap dapat menjaga stabilitas industri sawit nasional. Kebijakan ini juga diharapkan mampu mengurangi tekanan terhadap industri minyak goreng dan biodiesel domestik.***


Bagikan :

Artikel Lainnya