European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR), yang akan mulai diberlakukan pada awal 2025, diprediksi akan memiliki dampak yang signifikan terhadap petani sawit di Indonesia.
HLS Redaksi
6 Mei 2024European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR), yang akan mulai diberlakukan pada awal 2025, diprediksi akan memiliki dampak yang signifikan terhadap petani sawit di Indonesia.
HLS Redaksi
6 Mei 2024Jakarta - European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR), yang akan mulai diberlakukan pada awal 2025, diprediksi akan memiliki dampak yang signifikan terhadap petani sawit di Indonesia. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Rino Afrino, mengidentifikasi setidaknya lima dampak penting dari penerapan EUDR.
Pertama, petani kelapa sawit akan dianggap memegang peran penting dalam rantai pasok dan kemampuan penelusuran. Kedua, semua biaya pelaksanaan EUDR akan ditanggung oleh petani kelapa sawit, yang sebagian besar berada di hulu, seperti penurunan harga atau kenaikan diskon tandan buah segar (TBS).
Rino menjelaskan dalam diskusi "Kupas Tuntas Regulasi Perkelapasawitan Indonesia" bahwa dampak ketiga adalah bahwa citra kelapa sawit di mata dunia akan semakin terpinggirkan. Keempat, harga CPO dan TBS diperkirakan akan turun, yang pada gilirannya akan mengurangi pendapatan petani sawit dan masyarakat karena ketakutan akan efek brussel, yakni kemungkinan negara lain akan mengikuti peraturan tersebut.
Dampak kelima, menurut Rino, akan terjadi segregasi kelapa sawit yang dianggap sebagai bentuk diskriminasi. Dampak keenam adalah perlunya percepatan pendataan melalui digitalisasi.
Melihat berbagai dampak tersebut terhadap petani di Indonesia, khususnya petani kelapa sawit, Rino mengharapkan dukungan dari berbagai pihak untuk bersatu mendukung komoditas kelapa sawit.
Terkait dengan pemberlakuan EUDR, jutaan orang di Indonesia, termasuk petani kelapa sawit, telah mengirimkan petisi ke Kedutaan Besar Uni Eropa pada tanggal 29 Maret 2023. Mereka menuntut beberapa hal, antara lain penarikan target EUDR terhadap petani kelapa sawit dan petani Non-UE lainnya, pencabutan label "Risiko Tinggi" untuk Indonesia, pengakuan terhadap ISPO sebagai standar berkelanjutan, serta permintaan maaf tertulis dari UE kepada jutaan petani kecil yang terpengaruh oleh EUDR.
Rino juga menyampaikan bahwa masih ada beberapa masalah yang dihadapi oleh petani kecil, termasuk masalah geolokasi dan pengetahuan tentang hamparan spasial dan regional, serta rendahnya produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat. Meskipun begitu, pemerintah telah memiliki kebijakan yang mewajibkan perusahaan untuk memfasilitasi pengembangan perkebunan rakyat setelah tahun 2007.
Sumber : sawitindonesia.com