Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin, mengungkapkan bahwa selama hampir 13 tahun penerapan ISPO di Indonesia, ketercapaian sertifikasi bagi petani masih sangat rendah, hanya sebesar 0,3%.
Novi
5 April 2024Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin, mengungkapkan bahwa selama hampir 13 tahun penerapan ISPO di Indonesia, ketercapaian sertifikasi bagi petani masih sangat rendah, hanya sebesar 0,3%.
Novi
5 April 2024Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan telah menginisiasi serangkaian langkah untuk meningkatkan capaian sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang saat ini masih rendah, yakni sebesar 37,08% dari target yang ditetapkan pemerintah. Prayudi Syamsuri, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHBun) Dirjen Perkebunan Kementan, menekankan pentingnya peningkatan kelembagaan sebagai upaya utama untuk mengatasi kendala dalam mencapai target ISPO yang lebih tinggi.
Dalam upaya mendukung peningkatan capaian sertifikasi ISPO, Kementan meminta Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk memberikan dukungan pembiayaan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) serta meminta kelompok pekebun yang telah melakukan proses ISPO untuk mendaftar sesuai dengan program Sarana dan Prasarana (Sarpras). Prayudi menekankan pentingnya mengusulkan target-target secara tepat dan efisien untuk optimalisasi penggunaan dana, dengan memastikan pengawalan langsung dari pihak terkait guna memastikan kelancaran dan efektivitasnya.
Selanjutnya, Prayudi menyoroti perlunya revisi dalam implementasi ISPO, khususnya terkait aspek hilir tanaman sawit serta status ISPO yang harus dibahas apakah menjadi mandatory (wajib) atau voluntary (sukarela). Proses revisi peraturan oleh Kementerian Pertanian diharapkan dapat mempercepat penyelesaiannya untuk mendorong penerapan ISPO dengan lebih luas dan efektif.
Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin, mengungkapkan bahwa selama hampir 13 tahun penerapan ISPO di Indonesia, ketercapaian sertifikasi bagi petani masih sangat rendah, hanya sebesar 0,3%. Sabarudin menyoroti bahwa sistem sertifikasi saat ini belum mampu menjawab tantangan di tingkat petani kelapa sawit, khususnya bagi petani yang belum berkelompok, yang jumlahnya sangat besar sekitar 70% dari total luas kebun petani.
Dalam mendukung peningkatan partisipasi petani dalam proses sertifikasi ISPO, BPDPKS telah mengubah pendekatan pendanaannya. Mereka kini memberikan pelatihan kepada petani terlebih dahulu tentang Legalisasi Sarana sebelum memperoleh ISPO. Dengan pendekatan baru ini, diharapkan lebih banyak petani kelapa sawit yang terlibat dalam proses sertifikasi ISPO, sehingga industri kelapa sawit Indonesia dapat terus meningkatkan standar keberlanjutannya dan menjadi pemain utama dalam pasar global yang menghargai prinsip-prinsip keberlanjutan.
Bernadinus Steni Sugiarto dari Kaleka menekankan pentingnya penerapan proses ISPO dengan skala besar untuk memastikan efisiensi maksimal, di mana pendekatan kewilayahan (yuridiksi) menjadi kunci dalam melaksanakan audit tersebut.
Sumber : kalbar.antarnews.com