BRIN dan IPB Ciptakan Alat Bantu Pemanen Sawit untuk Kurangi Cedera dan Tingkatkan Produktivitas

BRIN bersama IPB mengembangkan alat bantu kerja pemanen sawit bernama ULE. Teknologi ini dirancang untuk mengurangi risiko cedera otot dan meningkatkan efisiensi kerja di kebun sawit manual.

BERITA HAI INOVASI SAWIT

Arsad Ddin

23 Juni 2025
Bagikan :

ULE, alat bantu buatan BRIN dan IPB, dirancang untuk meringankan kerja pemanen sawit dan mengurangi risiko cedera otot saat panen. (Foto: brin.go.id).

Bandung, HAISAWIT – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) mengembangkan teknologi alat bantu kerja bagi pemanen kelapa sawit untuk menurunkan risiko cedera dan meningkatkan produktivitas di lapangan.

Perangkat yang dikembangkan dinamakan Upper Limb Exoskeleton (ULE). Alat ini dirancang untuk mendistribusikan beban kerja fisik saat memanen sawit, khususnya pada kebun dengan pohon tinggi lebih dari tiga meter.

Peneliti dari BRIN, Nugrahaning Sani Dewi, menyampaikan bahwa aktivitas panen sawit melibatkan pekerjaan fisik yang berat dan berulang. Kondisi ini rentan menyebabkan gangguan pada otot dan tulang pemanen.

“Pekerjaan memanen kelapa sawit, terutama di perkebunan dengan pohon tinggi (>3 meter), menuntut aktivitas fisik berat dan berulang, seperti mengangkat, menegakkan alat panen (egrek), serta memotong pelepah dan tandan sawit. Aktivitas ini berisiko menimbulkan gangguan otot dan tulang atau musculoskeletal disorders,” ujar Nugrahaning Sani Dewi, dikutip dari laman BRIN, Senin (23/06/2025).

Riset pengembangan ULE didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Penelitian ini difokuskan pada alat bantu kerja bagian tubuh atas bagi pemanen sawit yang bekerja secara manual.

Haning, sapaan akrab peneliti tersebut, menjelaskan bahwa struktur ULE menyatu dengan tubuh pengguna. Alat ini memungkinkan penyebaran beban kerja ke bagian tubuh lain secara lebih merata.

“ULE bekerja dengan mendistribusikan gaya dan beban dari tubuh bagian atas ke bagian tubuh lainnya. Struktur rangka luar ini menyatu dengan tubuh pengguna sehingga saat mengangkat alat panen seperti egrek atau dodos, beban tidak hanya ditanggung otot bahu dan lengan, tetapi juga dibantu oleh struktur mekanis ULE. Dengan demikian, tekanan pada otot dapat dikurangi,” ujarnya.

Lebih lanjut, ULE dirancang sebagai exoskeleton pasif. Alat ini tidak digerakkan oleh mesin, melainkan mengikuti gerakan tubuh secara alami dan memungkinkan pengguna tetap bergerak leluasa.

“ULE sendiri tidak digerakkan oleh mesin, melainkan mengikuti gerakan tubuh pengguna secara alami (passive exoskeleton). Dengan sistem tersebut memungkinkan pengguna untuk menjangkau pohon tinggi, mengangkat atau menarik alat panen, dan bergerak dengan lebih stabil dan seimbang,” jelasnya.

Pengembangan alat ini melibatkan sistem motion capture untuk merekam gerakan tubuh pemanen. Data tersebut kemudian dianalisis secara biomekanik guna menyempurnakan desain rangka luar.

Analisis biomekanik yang digunakan termasuk data Electromyography (EMG), yang menunjukkan bahwa ULE mampu mengurangi aktivitas otot pada bagian bahu serta punggung atas dan bawah selama proses panen.

BRIN juga telah melakukan sejumlah uji coba terhadap ULE. Uji ini mencakup aspek fisiologis serta penilaian dari sisi kenyamanan dan kemudahan penggunaan oleh para pemanen sawit.

“ULE telah melalui serangkaian uji coba yang mencakup analisis fisiologis dan usability test. Hasilnya menunjukkan respons positif. Para pemanen sawit menilai tingkat kenyamanan dan keamanan alat ini pada kategori 'dapat diterima' (acceptable). Persepsi positif ini tentu menjadi faktor penting dalam meningkatkan kesiapan adopsi ULE di lapangan,” ungkap Haning.

Rangkaian uji coba ini juga menjadi bagian dari upaya untuk melihat sejauh mana alat ini dapat digunakan langsung dalam situasi kerja nyata di perkebunan sawit.

Teknologi ULE merupakan hasil kolaborasi lintas institusi, dengan pengembangan dilakukan oleh Pusat Riset Mekatronika Cerdas (PRMC) BRIN dan melibatkan akademisi dari IPB.

Sejumlah negara seperti Jepang, Tiongkok, dan Amerika Serikat telah lebih dahulu mengembangkan teknologi exoskeleton. Namun, hingga kini belum ada yang secara spesifik ditujukan untuk kebutuhan pemanenan kelapa sawit.

ULE menjadi prototipe awal yang diarahkan pada kebutuhan tenaga kerja sawit di Indonesia. Perangkat ini disesuaikan dengan aktivitas lapangan yang umum dilakukan oleh pekerja kebun sawit secara manual.***

Bagikan :

Artikel Lainnya