Program B40 mulai Januari 2025, pemerintah fokus pada kesiapan rantai pasok dan distribusi biodiesel di seluruh Indonesia.
Arsad Ddin
29 Desember 2024Program B40 mulai Januari 2025, pemerintah fokus pada kesiapan rantai pasok dan distribusi biodiesel di seluruh Indonesia.
Arsad Ddin
29 Desember 2024Bahan bakar B40 ditunjukkan usai uji jalan kendaraan B40 di Jakarta (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, HAISAWIT – Pemerintah terus mempersiapkan pelaksanaan mandatori biodiesel 40 persen (B40) yang akan dimulai pada 1 Januari 2025. Salah satu fokus utama adalah memastikan ketersediaan bahan baku dan infrastruktur rantai pasok yang memadai untuk memenuhi kebutuhan 15,6 juta kiloliter biodiesel per tahun.
Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot, program ini merupakan langkah penting untuk mewujudkan ketahanan energi sekaligus mendukung keberlanjutan lingkungan.
"Hari ini kami dengan tim turun mengecek kesiapan implementasi B40 yang akan dimulai pada 1 Januari 2025. Menteri ESDM telah menetapkan keputusan terkait implementasi ini, dan kami sudah melihat sendiri kesiapan dari sisi industri Fatty Acid Methyl Ester (FAME) sebagai bahan bakar nabati," ujar Yuliot dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (29/12/2024).
Kebutuhan biodiesel sebesar 15,6 juta kiloliter mencakup distribusi ke seluruh Indonesia. Hal ini menjadikan kesiapan dari segi bahan baku, produksi, dan distribusi sebagai prioritas utama pemerintah.
Dukungan Infrastruktur Produksi
PT Pertamina (Persero) turut berperan penting dalam pelaksanaan program B40. Pertamina telah menyiapkan dua kilang utama untuk mendukung produksi bahan bakar ini, yaitu Refinery Unit III Plaju di Palembang dan Refinery Unit VII Kasim di Papua.
"Pada dasarnya, kilang kami rata-rata memproduksi bahan bakar B0, dan insya Allah siap untuk memproduksi B40. Kilang yang akan memproduksi B40 adalah RU III Plaju dan RU VII Kasim, sementara blendingnya dilakukan oleh Patra Niaga," ujar Direktur Operasi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Didik Bahagia.
Proses blending atau pencampuran bahan bakar nabati dengan bahan bakar fosil dilakukan untuk memastikan kualitas bahan bakar yang sesuai dengan standar. Pertamina juga telah mempersiapkan fasilitas penyimpanan dan distribusi yang memadai.
Tantangan Implementasi B40
Yuliot menambahkan, keberhasilan implementasi B40 juga tergantung pada koordinasi antara pemerintah dan badan usaha. Wilayah-wilayah dengan kondisi geografis berbeda, seperti daerah panas di Dumai atau daerah dingin di dataran tinggi, memerlukan perhatian khusus untuk mengantisipasi potensi tantangan teknis.
"Kami mengharapkan masukan dari Pertamina Patra Niaga maupun badan usaha lain terkait tantangan implementasi B40. Misalnya, wilayah seperti Dumai yang relatif panas, atau daerah dataran tinggi dengan suhu lebih dingin, apakah ada impact yang perlu disiapkan baik oleh Pertamina maupun badan usaha BBM yang akan melaksanakan mandatori B40," ujar Yuliot.
Langkah Strategis Menuju Keberlanjutan
Program B40 menjadi bagian dari upaya Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus mendukung industri kelapa sawit sebagai bahan baku utama biodiesel. Langkah ini juga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan menciptakan nilai tambah pada industri hilir.
Pemerintah optimistis dengan dukungan infrastruktur yang terus disiapkan, implementasi mandatori B40 akan berjalan sesuai target, memberikan manfaat bagi ketahanan energi nasional dan keberlanjutan lingkungan.***