
Jakarta, HAISAWIT - Indonesia masih bergantung pada impor Vitamin A untuk memenuhi kebutuhan nasional. Padahal, sumber daya lokal seperti minyak sawit memiliki potensi besar untuk menggantikan impor tersebut.
Berdasarkan data ITC Trade Map 2021, Indonesia mengimpor Vitamin A dalam jumlah besar pada tahun 2020. Sementara itu, minyak kelapa sawit diketahui mengandung provitamin A yang tinggi dan dapat menjadi alternatif.
Dilansir laman GAPKI, Senin (31/03/2025), minyak kelapa sawit memiliki kandungan beta-karoten yang lebih tinggi dibandingkan beberapa sumber pangan lainnya. Beta-karoten ini berperan sebagai prekursor Vitamin A yang dibutuhkan tubuh.
Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Namun, pemanfaatannya untuk produksi Vitamin A masih belum maksimal.
Kandungan beta-karoten dalam minyak kelapa sawit mencapai 500-1000 ppm. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan wortel, tomat, dan pisang.
Meski demikian, pemanfaatan minyak sawit sebagai sumber Vitamin A masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kurangnya pemrosesan untuk ekstraksi dan pengolahan lebih lanjut.
Beberapa negara telah mengembangkan teknologi untuk mengekstrak beta-karoten dari minyak sawit. Teknologi ini memungkinkan produksi Vitamin A yang lebih murah dan lebih mudah diakses.
Di Indonesia, penelitian terkait pemanfaatan minyak sawit sebagai sumber Vitamin A sudah mulai berkembang. Beberapa universitas dan lembaga penelitian telah mengkaji potensi ini.
Salah satu manfaat utama minyak sawit sebagai sumber Vitamin A adalah kemampuannya untuk mengatasi masalah kesehatan akibat kekurangan vitamin tersebut. Hal ini termasuk gangguan penglihatan, stunting, dan penurunan daya tahan tubuh.
Kekurangan Vitamin A masih menjadi masalah di beberapa daerah di Indonesia. Anak-anak dan ibu hamil menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak kekurangan ini.
Jika pemanfaatan minyak sawit dapat dioptimalkan, Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada impor. Hal ini juga berpotensi menghemat devisa negara yang selama ini digunakan untuk mendatangkan Vitamin A dari luar negeri.
Selain itu, pengembangan industri berbasis minyak sawit untuk produksi Vitamin A dapat menciptakan lapangan kerja baru. Ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan hilirisasi industri kelapa sawit.
Data menunjukkan bahwa minyak sawit mengandung 15 kali lebih banyak beta-karoten dibandingkan wortel. Fakta ini menguatkan argumen bahwa minyak sawit bisa menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan Vitamin A dalam negeri.
Minyak sawit juga memiliki sifat yang stabil dan mudah diserap tubuh. Hal ini menjadikannya sumber Vitamin A yang efektif untuk konsumsi sehari-hari.
Saat ini, sebagian besar produksi minyak sawit masih difokuskan untuk kebutuhan pangan dan industri oleokimia. Pemanfaatannya sebagai sumber Vitamin A masih sangat terbatas.
Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan industri berbasis minyak sawit sebagai sumber Vitamin A. Dengan teknologi yang tepat, pemrosesan minyak sawit dapat menghasilkan produk bernutrisi tinggi.
Ketergantungan pada impor Vitamin A menjadi ironi bagi Indonesia yang memiliki produksi minyak sawit melimpah. Optimalisasi potensi minyak sawit dapat menjadi langkah strategis untuk mengatasi ketergantungan tersebut.
Pemanfaatan minyak sawit sebagai sumber Vitamin A juga dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya mandiri dalam produksi minyak sawit tetapi juga dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat.
Ke depan, dukungan terhadap penelitian dan pengembangan teknologi ekstraksi beta-karoten dari minyak sawit menjadi kunci penting. Langkah ini dapat membuka peluang bagi industri domestik untuk bersaing di pasar global dalam penyediaan Vitamin A berbasis minyak sawit.***