Dalam workshop Bisnis dan HAM di Pontianak, Komnas HAM menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal dan perlindungan hak buruh sawit dari eksploitasi perusahaan besar.
Arsad Ddin
1 Mei 2025Dalam workshop Bisnis dan HAM di Pontianak, Komnas HAM menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal dan perlindungan hak buruh sawit dari eksploitasi perusahaan besar.
Arsad Ddin
1 Mei 2025Pontianak, HAISAWIT – Komnas HAM menekankan pentingnya perlindungan dan aturan yang kuat bagi buruh sawit dalam kegiatan Workshop Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Bisnis dan HAM yang digelar di Hotel Neo Pontianak, Jumat (25/04/2025).
Kegiatan ini diinisiasi oleh Lembaga Teraju Indonesia dan dihadiri berbagai pihak, termasuk Komnas HAM, DPRD Kalimantan Barat, Polda Kalbar, dan perwakilan dari perusahaan perkebunan sawit.
Dikutip laman Komnas HAM, Kamis (01/05/2025), prinsip-prinsip bisnis dan HAM menjadi dasar penting untuk mendorong keberlanjutan dan keadilan dalam industri kelapa sawit.
Nelly Yusnita, Kepala Sekretariat Komnas HAM di Kalimantan Barat, membuka acara sekaligus menjadi narasumber dalam diskusi tersebut.
Ia menekankan bahwa implementasi prinsip HAM dalam bisnis perkebunan sawit harus mengedepankan perlindungan pekerja, kelestarian lingkungan, dan keberpihakan terhadap komunitas lokal.
“Implementasi prinsip bisnis dan HAM di industri perkebunanan sawit provinsi ini berfokus pada perlindungan serta pelestarian lingkungan dan ketenagakerjaan serta untuk melindungi komunitas lokal dari eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan besar,” ujar Nelly.
Selain itu, keterlibatan perusahaan dalam menghormati wilayah adat menjadi bagian dari upaya pencegahan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar.
“Di lain hal, perusahaan juga ikut bertanggung jawab di mana perusahaan harus melibatkan komunitas masyarakat lokal dalam proses konsultasi dan memastikan bisnis tidak merusak wilayah adat dan ekosistem hutan,” tambah Nelly.
Workshop ini turut menghadirkan pemangku kepentingan dari unsur pekerja, perusahaan sawit, BP2MI, hingga pemerintah daerah.
Agus Sutomo dari Teraju Indonesia memaparkan beberapa persoalan yang kerap dihadapi buruh sawit di lapangan.
“Ketiadaan kontrak kerja, upah rendah, kondisi kerja berbahaya, dan kurangnya perlindungan sosial adalah masalah pokokburuh sawit,” jelas Agus Sutomo, Direktur Eksekutif Teraju Indonesia.
Diskusi juga mencakup perlunya kesepahaman bersama antara seluruh pihak dalam menyikapi masalah ketenagakerjaan secara kolaboratif.
Peran aparat penegak hukum dinilai strategis dalam mendukung penyelesaian sengketa ketenagakerjaan.
Narasumber dari Ditreskrimumsus Polda Kalbar menyampaikan inisiatif baru untuk menangani persoalan ketenagakerjaan.
“Kepolisian baru meluncurkan desk ketenagakerjaan Januari 2025 untuk mempercepat penyelesaian permasalahan ketenagakejaan karena masih banyak masalah ketenagakerjaan yang belum terselesaikan, masih ada lempar tanggung jawab penanganan masalah, dan lambatnya penanganan perkara tindak pidana ketenagakerjaan,” kata Yoan Febriawan dari Polda Kalbar.***