WWF-Indonesia Dorong Implementasi Deforestation and Conversion-Free (DCF) dalam Industri Sawit

Diskusi yang diselenggarakan WWF-Indonesia menyoroti pentingnya penerapan konsep Deforestation and Conversion-Free (DCF) dalam industri sawit. Kebijakan pemerintah dan upaya kolaboratif dengan berbagai pihak menjadi bagian dari solusi keberlanjutan.

BERITA

Arsad Ddin

19 Maret 2025
Bagikan :

(Foto: wwf.id)

Jakarta, HAISAWIT - WWF-Indonesia menggelar diskusi mengenai implementasi Deforestation and Conversion-Free (DCF) dalam pengelolaan komoditas berkelanjutan. Kegiatan ini membahas kebijakan keberlanjutan dalam tata kelola berbagai komoditas, termasuk sawit, serta peran pemangku kepentingan dalam menjaga keseimbangan antara produksi dan kelestarian lingkungan.

DCF menjadi pendekatan penting dalam rantai pasok industri sawit. Konsep ini memastikan bahan baku tidak berasal dari unit produksi yang menyebabkan deforestasi atau konversi ekosistem alami. Beberapa negara tujuan ekspor telah menerapkan standar ini dalam kebijakan impor mereka.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah untuk memperbaiki tata kelola sawit, termasuk dengan menerbitkan regulasi terkait. Salah satunya adalah Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 yang membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan.

Direktur Climate Market and Transformation WWF-Indonesia, Irfan Bakhtiar, menilai kebijakan pemerintah tersebut sebagai langkah positif dalam penataan industri sawit.

"Kita sangat mengapresiasi upaya pemerintah dalam melakukan penertiban kawasan hutan. Penerbitan SK Menteri Kehutanan Nomor 36 menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit," terang Irfan, dikutip laman WWF-Indonesia, Rabu (19/03/2025).

Selain regulasi, Irfan juga menyoroti pentingnya penyelesaian yang selaras dengan prinsip keberlanjutan. Menurutnya, aspek legalitas dalam industri sawit harus diiringi dengan solusi yang tidak hanya mengutamakan kepatuhan hukum, tetapi juga menjaga ekosistem.

"Kami berharap, langkah penertiban kelapa sawit di kawasan hutan juga diikuti dengan penyelesaian yang selaras kaidah keberlanjutan dan aturan yang ada," kata Irfan.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan strategi pemulihan kawasan yang terdampak oleh aktivitas perkebunan sawit.

"Misalnya saja, penerapan sanksi, pemulihan fungsi kawasan melalui strategi Jangka Benah dan langkah-langkah restorasi lainnya," tambahnya.

Salah satu contoh penerapan prinsip DCF dalam industri sawit dapat dilihat di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pemerintah daerah setempat telah menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 70 Tahun 2023 yang mengatur pemetaan indikatif dan pengelolaan kawasan bernilai konservasi tinggi.

Selain itu, WWF-Indonesia juga telah mendampingi dua kelompok petani di Sintang dalam mendapatkan sertifikasi RSPO. Kelompok ini tergabung dalam KUD Harapan Jaya dan Koperasi Rimba Harapan, yang mengelola lebih dari 1.000 hektare lahan sawit berkelanjutan.***

Bagikan :

Artikel Lainnya