AII, Menjembatani Komersialisasi Teknologi Sawit ke Industri

AII menjembatani riset teknologi sawit dengan industri, mengatasi tantangan komersialisasi

BERITA

Arsad Ddin

5 Oktober 2024
Bagikan :

Nusa Dua, HIASAWIT – Dalam gelaran Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2024 yang diadakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), peran Asosiasi Inventor Indonesia (AII) dalam menjembatani komersialisasi teknologi sawit menjadi sorotan utama. Sebagai salah satu bagian penting dalam pengembangan riset kelapa sawit, AII terus mendorong hasil riset untuk dapat diimplementasikan secara nyata di industri.

Prof. (Ris) Ir. Didiek Hadjar Goenadi MSc., PhD., IPU INV, Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia, yang juga merupakan anggota komite litbang BPDPKS, mengungkapkan pentingnya peran riset dalam pengembangan teknologi.

“Ada satu perbedaan dalam penyelenggaraan riset di BPDPKS bahwa di dalam riset BPDPKS selain mengarahkan pada aspek kebijakan lebih banyak juga mengarahkan pada pengembangan teknologi,” ungkap Didiek.

Salah satu tantangan besar dalam dunia riset adalah bagaimana hasil inovasi dapat diadopsi oleh industri.

“Bagaimana kita bisa mendorong para inventor untuk bisa menemukan mitra industri untuk bisa mengkomersialisasikan invensinya itu adalah sebuah pertanyaan dan jawaban yang harus kita berikan untuk bisa bermanfaat bagi penggunanya,” ujar Didiek.

Ia melanjutkan, tantangan tersebut mencakup mencari mitra yang tepat dan mendorong hasil riset menjadi produk yang bernilai di pasar.

“Selama ini ada keluhan begitu banyak invensi tetapi begitu terbatasnya yang masuk ke industri,” lanjutnya.

Dari 138 judul invensi teknologi berorientasi komersial, hanya 13 yang siap untuk dikomersialkan. Setelah didalami, hanya 7 di antaranya yang diminati oleh calon investor.

Asosiasi Inventor Indonesia (AII) juga bekerja keras untuk mengatasi apa yang disebut sebagai "Death Valley Syndrome," di mana banyak hasil invensi tidak dapat menemukan mitra industri yang cocok.

“Begitu banyak memang dari hasil invensi itu yang tidak bisa berhasil menemukan partner, nah disitulah kami Asosiasi Inventor Indonesia berusaha untuk menjadi penyambung dari masalah itu tadi Death Valley Syndrome,” tegas Didiek.

Hasil riset berbasis kelapa sawit sebagian besar berorientasi pada perakitan teknologi dengan potensi besar untuk dikomersialisasikan. Namun, menurut Didiek, tidak semuanya memenuhi syarat untuk diterima oleh industri.

“Hasil riset GRS sebagian besar berorientasi perakitan teknologi itu, memiliki potensi yang cukup besar untuk komersialisasi/ hilirisasinya. Namun sebagian itu masih kurang memenuhi syarat untuk bisa memenuhi persyaratan-persyaratan dari industri,” tuturnya.

Didiek menekankan pentingnya meningkatkan proses seleksi dari proposal riset untuk memastikan teknologi yang dihasilkan memiliki tingkat kesiapan teknologi (TRL) yang cukup tinggi dan mampu diterima oleh industri. Ini menjadi salah satu langkah penting untuk membawa hasil riset sawit Indonesia menuju pasar global.

Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2024 menjadi bukti komitmen BPDPKS dan AII dalam mendorong sinergi antara inventor, industri, dan investor untuk mewujudkan teknologi sawit yang mampu bersaing di pasar internasional.***

Bagikan :

Artikel Lainnya