Distanbun Aceh Dorong Percepatan Sertifikasi ISPO bagi Petani Sawit

Distanbun Aceh mengajak petani sawit untuk mempercepat sertifikasi ISPO guna menjaga daya saing produk sawit di pasar global sebelum 2025

BERITA

Arsad Ddin

17 Oktober 2024
Bagikan :


Banda Aceh, HAISAWIT – Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh mengajak petani kelapa sawit di wilayah Aceh untuk mempercepat proses sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Langkah ini dinilai penting guna memastikan keberlanjutan industri sawit serta menjaga daya saing produk sawit Aceh di pasar global.

Sekretaris Distanbun Aceh, Azanuddin Kurnia, menyebutkan bahwa dari total 263 ribu hektare lahan perkebunan sawit rakyat di Aceh, hanya sekitar 2.000 hektare yang sudah tersertifikasi ISPO. 

"Dari 263 ribu hektare kebun sawit rakyat di Aceh, yang baru tersertifikasi ISPO sekitar 2.000 hektare, selebihnya belum tersertifikasi," ujar Azanuddin seperti dilihat dalam laman resmi Distanbun Aceh, Selasa (15/10/2024).

Dilanjutkan oleh Azanuddin, sertifikasi ISPO adalah sebuah mandat yang harus dipenuhi oleh seluruh perkebunan sawit, baik milik perusahaan maupun rakyat, paling lambat pada 2025. 

"ISPO adalah mandat, ini perlu dukungan kita bersama. Berdasarkan Permentan dan Perpres 44 Tahun 2020 bahwa perkebunan sawit itu harus tersertifikasi ISPO paling telat 2025," ujarnya.

Azanuddin juga menekankan, tanpa sertifikasi ISPO, produk tandan buah segar (TBS) dan crude palm oil (CPO) dari perkebunan sawit tidak akan diterima di pasar internasional. 

"Maka kalau 2025 benar-benar (kebijakan, Red) ini diterapkan, (perkebunan) yang tidak ada sertifikasi ISPO maka terancam tidak akan laku TBS-nya" lanjutnya.

Selain itu, ia mengungkapkan bahwa beberapa pabrik kelapa sawit (PKS) di Aceh sudah mulai menolak membeli buah sawit dari varietas yang tidak berkualitas, seperti sawit dura. 

"Kenapa tidak dibeli karena rendemen sangat rendah," tambahnya.

Dalam upaya memudahkan petani rakyat untuk memperoleh sertifikasi ISPO, Distanbun Aceh terus melakukan berbagai program pendampingan. Namun, Azanuddin mengakui bahwa biaya sertifikasi ISPO masih menjadi tantangan besar bagi petani. 

"Jadi kalau diharapkan hanya kepada petani membuat itu (ISPO, Red), maka ini diyakini masih belum mampu. Jangankan untuk ISPO, untuk beli pupuk saja tidak sanggup mereka (petani, Red). Jadi untuk mempermudah ini, bagaimana mempermudah regulasi tersebut di level regulasi di Jakarta," tuturnya.

Dengan demikian, percepatan sertifikasi ISPO diharapkan dapat menjamin keberlanjutan industri kelapa sawit Aceh dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pemerintah daerah berkomitmen untuk terus mendukung petani dalam menghadapi tantangan regulasi ini, khususnya dalam hal pembiayaan dan pengurusan sertifikasi.***


Bagikan :

Artikel Lainnya