
Bogor, Hai Sawit – Sebagai bagian dari Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit, Badan Pengelola
Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bersama Majalah Sawit Indonesia
mengadakan kunjungan bagi para jurnalis ke PT Interstisi Material Maju (IMM) di
Kelurahan Bubulak, Bogor, pada Jumat (21/2/2025). Acara ini mendapat dukungan
dari GIMNI, APROBI, DMSI, dan GAPKI, serta berlangsung pada 21-22 Februari 2025
di Bogor, Jawa Barat.
Kunjungan
ini bertujuan untuk memahami lebih dalam proses pengolahan limbah Tandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS) menjadi berbagai produk bernilai tinggi, seperti helm
motor, helm keselamatan, tas, alas kaki, hingga rompi anti peluru. Ketua
Pelaksana Workshop, Qayuum Amri, menegaskan bahwa kegiatan ini memungkinkan
jurnalis untuk memahami secara langsung bagaimana sawit dapat menjadi produk
bernilai tambah tinggi di luar produk konvensional seperti minyak goreng.
“Teman-teman
jurnalis tidak hanya mendapatkan informasi secara teori, tetapi juga bisa
melihat langsung proses produksinya. Ini menunjukkan bahwa hilirisasi sawit
memiliki potensi besar di berbagai sektor,” ujar Qayuum.
Strategi
Penguatan Hilirisasi Sawit untuk Pangan dan Energi
Pada
hari kedua, Sabtu (22/2/2025), Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit
melanjutkan diskusi bertajuk “Strategi Penguatan Hilirisasi Sawit Bagi Pangan
dan Energi Indonesia”. Acara ini menghadirkan pembicara seperti Direktur
Bioenergi Kementerian ESDM RI Ir. Edi Wibowo, M.T, Ketua Bidang Sustainability
APROBI Rapolo Hutabarat, Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Fenny Sofyan, serta
Ketua Umum APKASINDO Dr. Gulat ME Manurung.

Dalam
sambutannya, Kepala Bidang Perusahaan BPDP, Achmad Maulizal, menyampaikan bahwa
hilirisasi sawit merupakan bagian dari kebijakan strategis Presiden Prabowo
Subianto untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi. “BPDP berperan dalam
mendorong kemandirian pangan dan energi demi mencapai Indonesia Emas 2045,”
ujarnya.
Sejalan
dengan itu, Direktur Bioenergi Kementerian ESDM RI, Edi Wibowo, menjelaskan
bahwa kebutuhan CPO untuk biodiesel terus meningkat. Program B40 yang
diterapkan sejak 1 Januari 2025 memerlukan sekitar 15,6 juta ton CPO. Bahkan,
pihaknya telah melakukan kajian untuk implementasi B50.
“Penerapan
biodiesel saat ini berjalan lancar dari sisi pasokan dan distribusi. Selain
itu, program ini juga berkontribusi besar dalam penghematan devisa negara
hingga Rp149,28 triliun sepanjang 2024,” ungkap Edi.
Sementara
itu, Ketua Bidang Sustainability APROBI, Rapolo Hutabarat, menekankan bahwa
pengembangan energi terbarukan berbasis sawit perlu terus didorong. Selain
biodiesel, energi alternatif seperti bioethanol dan bioavtur juga berpotensi
dikembangkan untuk mendukung industri transportasi dan maritim.
Namun,
tantangan terbesar dalam penguatan hilirisasi sawit terletak pada produktivitas
di sektor hulu. Ketua Bidang Komunikasi GAPKI, Fenny Sofyan, menyatakan bahwa
produksi CPO dan CPKO mengalami penurunan dari 54,8 juta ton pada 2023 menjadi
52,7 juta ton pada 2024. Penyebab utama adalah kurangnya program Peremajaan
Sawit Rakyat (PSR) serta ketidakpastian regulasi.
Ketua
Umum APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung, menambahkan bahwa meskipun program
biodiesel bertujuan untuk stabilisasi harga CPO dan TBS, harga TBS justru
mengalami penurunan setelah penerapan B40. “Setelah B40 diterapkan, harga TBS
anjlok karena kebijakan pelarangan ekspor minyak sawit berkadar asam tinggi,”
jelasnya.
Dengan
berbagai tantangan dan peluang yang ada, penguatan hilirisasi sawit harus
dilakukan secara menyeluruh, baik dari sisi riset dan pengembangan, kebijakan
regulasi, hingga peningkatan produktivitas di sektor hulu. Melalui workshop
ini, diharapkan para jurnalis dapat menyebarkan informasi yang lebih luas
mengenai potensi industri hilir sawit bagi perekonomian Indonesia.