GAPKI Siapkan Strategi untuk Menjaga Daya Saing Ekspor Sawit Indonesia di Tengah Tarik-Tarikan Tarif AS

GAPKI siapkan strategi menjaga daya saing ekspor sawit Indonesia di tengah tarif impor 32% dari AS. Fokus pada penurunan beban ekspor dan diversifikasi pasar ke Afrika dan Amerika Latin.

BERITA

Arsad Ddin

17 April 2025
Bagikan :
Ketua umum GAPKI Eddy Martono melalui laman Corporate Insight Live dalam Channel BeritaSatu. Rabu (09/04/2025). (Foto: Tangkapan Layar Channel Yt BeritaSatu)

Jakarta, HAISAWIT – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) tengah menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga daya saing ekspor sawit nasional, menyusul pemberlakuan tarif impor 32% oleh Amerika Serikat sejak 09 April 2025.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menyampaikan bahwa tarif tinggi ini mempengaruhi daya saing produk sawit di pasar Amerika.

“Minyak sawit menjadi bahan utama industri pangan di Amerika, seperti margarin, yang tidak bisa digantikan oleh minyak nabati lain karena isu kesehatan seperti lemak trans dari kedelai,” ujarnya, dikutip dari laman GAPKI, Kamis (17/04/2025).

Ia juga menambahkan bahwa beban ekspor Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara pesaing seperti Malaysia.

“Kondisi ini membuat sawit Indonesia kurang kompetitif. Karena itu, kami meminta pemerintah untuk mempertimbangkan penurunan beban ekspor agar produk kita tetap menarik di pasar Amerika,” katanya.

Selain soal tarif, pelaku industri dalam negeri menghadapi tiga pungutan ekspor yakni DMO, PE, dan BK yang nilainya mencapai USD 221 per metrik ton.

Sementara Malaysia, hanya menerapkan pungutan sekitar USD 140 per ton. Hal ini menambah tantangan bagi pelaku usaha di Indonesia.

Menurut Eddy, strategi jangka pendek sangat diperlukan untuk menjaga agar ekspor tetap berjalan.

“Dalam jangka pendek, satu-satunya cara agar kita tetap kompetitif adalah menurunkan beban ekspor kita. Dalam jangka panjang, kita juga harus terus tingkatkan produktivitas,” ucapnya.

Langkah jangka panjang tersebut mencakup peningkatan produktivitas melalui inovasi seperti penggunaan serangga penyerbuk dari Tanzania dan pupuk hayati.

Di sisi lain, GAPKI juga tengah menjajaki peluang pasar baru sebagai bentuk diversifikasi ekspor.

“Amerika Latin dan Afrika menjadi pasar alternatif yang sedang kami jajaki. Bahkan, bulan Mei nanti kita akan misi dagang ke Mesir untuk memperluas pasar,” ujarnya.

Berdasarkan data, ekspor sawit Indonesia ke Amerika Serikat sempat mencapai 2,5 juta ton pada 2023, dan sedikit turun menjadi 2,2 juta ton pada 2024.

Pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat mencapai 89%, dengan nilai ekspor sekitar USD 2,9 miliar.

Eddy menyampaikan harapan agar hambatan tarif ini bisa segera diselesaikan, agar pertumbuhan ekspor kembali stabil.

“Saya meyakini kalau isu tarif ini bisa selesai, ekspor kita ke Amerika bisa terus tumbuh karena memang ini sudah menjadi kebutuhan industri pangan di sana,” ujarnya.***

Bagikan :

Artikel Lainnya