Mahasiswa Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Ema Lisa Febri Yani, mewakili Indonesia dalam forum sawit internasional di Malaysia. Ia membawa misi inovasi teknologi ramah lingkungan untuk petani kecil.
Arsad Ddin
16 Mei 2025Mahasiswa Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Ema Lisa Febri Yani, mewakili Indonesia dalam forum sawit internasional di Malaysia. Ia membawa misi inovasi teknologi ramah lingkungan untuk petani kecil.
Arsad Ddin
16 Mei 2025Surakarta, HAISAWIT – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Ema Lisa Febri Yani, mewakili Indonesia sebagai delegasi di forum internasional kelapa sawit bertajuk International Smallholders Workshop (ISW) 2025. Acara ini digelar oleh Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) di Johor Bahru, Malaysia, pada tanggal 2-3 Mei 2025.
Ema hadir bersama delegasi dari delapan negara lain untuk membahas isu penting seperti peremajaan kelapa sawit dan penerapan teknologi bagi petani kecil. Ia membawa semangat untuk mendorong keterlibatan generasi muda dalam sektor perkebunan sawit.
Mahasiswi Teknik Kimia UMS ini juga tercatat sebagai anggota Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO). Keterlibatannya didorong oleh latar belakang keluarga petani sawit asal Riau.
Ema menyebut, sejak kecil kehidupannya sangat bergantung pada penghasilan dari sawit. Hal ini membentuk rasa kepedulian terhadap nasib petani, terutama dalam menghadapi tantangan zaman.
“Makanya aku bener-bener tertarik ikut andil kegiatan ini, apalagi isu sekarang itu banyak pemuda ngga mau terjun di perkebunan jadi petani. Mereka itu gengsi jadi petani karena menganggap praktik-praktik tani sudah kuno gitu,” ujar Ema, dikutip laman UMS, Sabtu (17/05/2025).
Selama dua hari kegiatan, Ema mengikuti sesi seminar dan demonstrasi lapangan. Para peserta menerima materi dari perwakilan Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara produsen sawit terbesar dunia.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi salah satu pemateri yang mengulas tantangan implementasi program peremajaan. Sementara dari pihak Malaysia, Malaysia Palm Oil Board (MPOB) turut menyampaikan praktik serupa yang sedang dikembangkan.
Kegiatan hari kedua dilanjutkan dengan kunjungan ke Johor Plantation Group. Di sana, Ema menyaksikan langsung penggunaan teknologi pertanian seperti drone, sprayer otomatis, hingga traktor modern.
Ia melihat bahwa pengelolaan sawit modern sudah berkembang pesat di tingkat perusahaan. Namun, hal ini belum sepenuhnya menjangkau petani kecil karena keterbatasan alat dan dana.
“Sehingga kita sebagai anak muda, karena aku udah belajar dari sana, ngajak temen-temen nih terkait inovasi bagaimana caranya kita bisa buat teknologi yang ramah lingkungan dan bisa digunakan oleh petani kecil,” ujarnya.
Selain itu, forum ini juga membuka ruang pertukaran pengalaman dengan delegasi dari negara lain, termasuk dari Papua Nugini. Delegasi tersebut berbagi cerita tentang tantangan hukum adat yang dihadapi dalam pengelolaan kebun sawit.
Ema juga mengajak generasi muda agar tidak ragu berkontribusi di dunia perkebunan.
“Harapanku buat para pemuda itu jangan gengsi untuk terjun di perkebunan. Kemudian ilmu yang kita dapatkan di bangku perkuliahan, ketika kita pulang bisa kita praktikkan kepada masyarakat sekitar kita,” ujarnya.***