
Jakarta, HAISAWIT – Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), yang ditetapkan pada 19 Maret 2025.
Perpres ini mencabut dan menggantikan Perpres Nomor 44 Tahun 2020 yang sebelumnya menjadi dasar penyelenggaraan ISPO.
Salah satu poin baru dalam regulasi ini adalah perluasan kewajiban sertifikasi hingga ke sektor industri hilir dan usaha bioenergi berbasis sawit.
Kewajiban ini menjadi langkah pemerintah untuk memperkuat standar keberlanjutan dari hulu hingga hilir.
Sertifikasi ISPO tidak lagi hanya berlaku bagi usaha perkebunan kelapa sawit. Kini juga berlaku bagi industri pengolahan produk turunan sawit dan usaha bioenergi sawit.
Industri hilir sawit adalah sektor yang menghasilkan berbagai produk turunan dari minyak sawit. Sementara, usaha bioenergi sawit meliputi produksi bahan bakar nabati, biomassa, hingga biogas berbasis kelapa sawit.
Kedua sektor tersebut wajib menjalani sertifikasi dengan prinsip-prinsip keberlanjutan yang telah ditentukan.
Beberapa prinsip itu mencakup kepatuhan pada regulasi, ketertelusuran, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Ketentuan lebih lanjut akan diatur melalui peraturan menteri sesuai kewenangannya masing-masing.
Biaya sertifikasi ISPO untuk pekebun akan bersumber dari dana pengelolaan perkebunan serta APBN dan sumber sah lainnya.
Sementara untuk pelaku industri hilir dan bioenergi, mekanisme pembiayaan ditetapkan melalui regulasi sektoral.
Sistem informasi ISPO juga akan dikembangkan berbasis elektronik dan terhubung antarinstansi.
Dalam kelembagaan, Perpres ini menghapus organ Dewan Pengarah ISPO.
Sebagai gantinya, dibentuk Komite ISPO dengan struktur baru yang melibatkan lintas sektor dan pemangku kepentingan.
Komite ini bertugas menetapkan kebijakan umum, melakukan evaluasi, serta menyampaikan laporan kepada Presiden.
Komite juga didukung oleh unit kerja pendukung dan sekretariat yang dibiayai oleh dana pengelolaan perkebunan.
Penetapan anggota Komite berasal dari kementerian, asosiasi pelaku usaha, akademisi, hingga pemantau independen.
Sertifikat ISPO yang sudah diterbitkan sebelum Perpres ini tetap berlaku hingga masa berlakunya berakhir.
Namun, pelaku usaha wajib melakukan penyesuaian terhadap ketentuan baru yang telah ditetapkan.
Kewajiban sertifikasi ISPO bagi pekebun berlaku 4 tahun setelah Perpres ini diundangkan.
Sementara bagi perusahaan industri hilir dan bioenergi, berlaku setelah 2 tahun sejak Perpres diterbitkan.
Pemerintah memberi waktu maksimal 60 hari sejak pengundangan untuk menerbitkan aturan pelaksanaan Perpres ini.
Dengan lahirnya Perpres Nomor 16 Tahun 2025, sistem sertifikasi ISPO memiliki dasar hukum yang lebih komprehensif.
Regulasi ini juga menjadi upaya penguatan tata kelola dan daya saing industri sawit di pasar global.
Langkah ini sekaligus menjawab tantangan keberlanjutan industri sawit dalam kerangka hukum nasional yang lebih kokoh.***