Deputi Dida Gardera menekankan potensi kelapa sawit sebagai bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) dalam seminar ICAO di Bangkok, menunjukkan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi global
HLS Redaksi
24 Agustus 2024Deputi Dida Gardera menekankan potensi kelapa sawit sebagai bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) dalam seminar ICAO di Bangkok, menunjukkan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi global
HLS Redaksi
24 Agustus 2024Bangkok, HAISAWIT – Potensi kelapa sawit sebagai bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF) menjadi sorotan utama dalam seminar internasional yang diadakan di Bangkok, Thailand pada 7-8 Agustus 2024.
Seminar ini diselenggarakan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari sektor penerbangan dan energi.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera, hadir untuk mempresentasikan potensi Indonesia dalam pengembangan SAF.
Indonesia, sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, memiliki rencana ambisius untuk memproduksi 238 juta liter SAF per tahun pada 2026.
Deputi Dida menyampaikan bahwa Indonesia telah memproduksi 3,9 juta ton used cooking oil (UCO) pada 2023, yang merupakan bahan baku utama untuk SAF.
“Poin kedua adalah manfaat dan tantangan SAF. Bahan bakar itu dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan dianggap sebagai energi bersih. Namun, penggunaannya secara komersial masih menghadapi tantangan, seperti keterbatasan bahan baku, biaya tinggi, dan infrastruktur belum memadai,” jelas Deputi Dida, seperti dalam siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (23/08/2024).
Presentasi Deputi Dida juga mencakup informasi tentang uji coba SAF di Indonesia yang telah dilakukan sejak 2020.
Uji coba ini termasuk co-process J2.4 dan uji terbang dengan berbagai jenis pesawat, menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak ada perbedaan kinerja dibandingkan bahan bakar fosil konvensional.
Deputi Dida juga menjelaskan potensi Palm Kernel Expeller (PKE), produk sampingan dari minyak kelapa sawit, sebagai bahan baku untuk SAF. Dengan potensi PKE yang diperkirakan mencapai 6 juta ton per tahun, satu ton PKE dapat menghasilkan 250 liter bioethanol.
“Seminar ini menegaskan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam pengembangan SAF dan pengurangan emisi global. Dengan langkah-langkah strategis yang diambil, diharapkan SAF akan memainkan peran penting dalam masa depan penerbangan yang lebih berkelanjutan,” tutup Deputi Dida.
Seminar ini menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, produsen bahan bakar, dan industri penerbangan dalam mendorong adopsi SAF.
Dengan komitmen yang kuat dan langkah-langkah strategis, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin dalam pengembangan SAF dan kontribusi terhadap pengurangan emisi global di sektor penerbangan.