Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto: Produktivitas Sawit Kunci Keberhasilan Program B40

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto, menyatakan peningkatan produktivitas sawit menjadi kunci utama agar kebijakan Mandatory B40 tidak mengganggu kebutuhan domestik seperti minyak goreng dan bahan baku industri.

BERITA

Arsad Ddin

27 Juni 2025
Bagikan :

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Golkar, Panggah Susanto (Foto: faksigolkar.com)

Jakarta, HAISAWIT – Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan berbasis sawit melalui kebijakan Mandatory B40. Kebijakan ini dinilai berperan penting dalam memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto, mengingatkan bahwa peningkatan produktivitas perkebunan sawit menjadi faktor utama dalam menjaga kelangsungan program tersebut. Ia menekankan perlunya upaya serius dalam pengelolaan sumber daya sawit nasional.

"Kebijakan Mandatory B40, menjadi langkah strategis mengurangi ketergantungan Impor minyak jenis solar selama ini, kita memiliki sumberdaya Sawit yang melimpah, maka harus dimaksimalkan pengelolaan dan pemanfaatannya untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi bangsa yang menjadi cita cita bapak Presiden," ujar Panggah dalam keterangannya, Rabu (25/6/2025).

Panggah juga menyoroti situasi global yang dinilai memberi dampak signifikan terhadap pasokan energi. Oleh sebab itu, pengembangan energi alternatif seperti biodiesel dianggap sebagai langkah antisipatif.

"Kebijakan mandatory B35 ke B40 dan pemanfaatan energi terbarukan lainnya sangat relevan dikaitkan dg kondisi geopolitik global yg semakin tidak menentu dengan eskalasi perang di berbagai wilayah dunia yang dapat memicu krisis energi," ujarnya.

Penerapan B40 membutuhkan pasokan minyak sawit mentah (CPO) dalam jumlah besar. Pemerintah melalui Keputusan Menteri ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 menetapkan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati jenis Biodiesel 40 persen dalam solar mulai berlaku sejak 1 Januari 2025.

Berdasarkan ketentuan tersebut, kebutuhan CPO untuk program ini diperkirakan mencapai 15,6 juta kiloliter per tahun. Kondisi ini mendorong perhatian terhadap sektor hulu agar dapat menjaga ketersediaan bahan baku secara berkelanjutan.

Panggah menyebut, jika produktivitas sawit tidak ditingkatkan, maka dikhawatirkan akan berdampak pada ketersediaan bahan baku lain yang berasal dari sawit. Ia menilai pentingnya pengelolaan yang seimbang antara kebutuhan energi dan konsumsi domestik.

"Kita harus mendorong peningkatan produktivitas Sawit sehingga kebutuhan yang besar untuk program Mandatory B40, tidak mengganggu kebutuhan masyarakat atas konsumsi minyak goreng dari Sawit dan kebutuhan bahan baku industri lainnya, sehingga harga pun tetap stabil dan tidak terganggu karena kebutuhan biodiesel," katanya.

Program B40 juga memerlukan sinergi lintas sektor. Kementerian Pertanian berperan dalam membina sektor hulu, sementara Kementerian ESDM mengelola aspek hilir, khususnya terkait distribusi dan pemanfaatan biodiesel.

Panggah menyampaikan bahwa sinergitas antara kementerian teknis perlu dijaga agar program berbasis energi terbarukan ini berjalan efektif dan berdampak nyata bagi ketahanan energi nasional.

Program Mandatory B40 merupakan bagian dari upaya nasional dalam mendorong penggunaan energi alternatif. Selain mengurangi ketergantungan pada energi fosil, kebijakan ini turut memanfaatkan potensi besar industri kelapa sawit di Indonesia.

Berdasarkan data dari pemerintah, kebijakan ini mendapatkan pembiayaan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Dana tersebut digunakan untuk menutup selisih harga antara solar dan biodiesel.

Keberadaan BPDP menjadi salah satu pilar pendukung kelancaran program B40. Lembaga ini bertugas memastikan pendanaan program berjalan sesuai ketentuan, termasuk distribusi biodiesel ke berbagai wilayah.

Seiring berjalannya kebijakan B40, pemerintah juga menyiapkan rencana menuju implementasi B50 pada tahun 2026. Langkah ini menjadi bagian dari roadmap transisi energi menuju pemanfaatan bahan bakar nabati yang lebih luas.***

Bagikan :

Artikel Lainnya