Alasan GIMNI Mendorong Pemerintah Naikkan Tarif Ekspor Limbah Cair Sawit

GIMNI, sebagai salah satu penggiat industri minyak nabati di Indonesia, telah mengeluarkan seruan kepada pemerintah untuk meningkatkan tarif ekspor limbah cair kelapa sawit (POME).

BERITA

Novi

22 Maret 2024
Bagikan :

Jakarta - GIMNI, sebagai salah satu penggiat industri minyak nabati di Indonesia, telah mengeluarkan seruan kepada pemerintah untuk meningkatkan tarif ekspor limbah cair kelapa sawit (POME). Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI, dengan tegas menyampaikan bahwa POME, yang merupakan produk sampingan dari proses pengolahan kelapa sawit, memiliki potensi besar untuk diolah menjadi biofuel yang ramah lingkungan serta bahan makanan yang bernilai ekonomi tinggi di pasar internasional. Namun, ironisnya, tarif ekspor POME saat ini terlalu rendah, hanya sebesar US$5 per ton, berbanding terbalik dengan tarif ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang mencapai US$113 per ton.

Sahat Sinaga menekankan bahwa ketidakseimbangan ini menguntungkan pihak luar yang memanfaatkan POME dengan harga murah, sementara Indonesia kehilangan potensi pendapatan yang signifikan. Faktanya, dalam dua tahun terakhir, Indonesia telah mengekspor sekitar 1,7 juta ton POME, yang menunjukkan besarnya potensi industri ini yang sayangnya belum dioptimalkan sepenuhnya.

Selain itu, Sahat juga mengkritik kebijakan tarif ekspor yang tidak sebanding antara POME dan CPO, menyebutnya sebagai ketidakadilan yang merugikan Indonesia secara ekonomi. Dia juga mencatat dampak negatif dari ekspor POME dengan harga murah ke Eropa, yang mengganggu industri biofuel dan minyak jelantah Indonesia yang juga berusaha untuk tumbuh dan berkembang.

Oleh karena itu, GIMNI mengusulkan agar POME diperlakukan sama seperti CPO dan minyak jelantah (UCO) dalam ketentuan ekspor, termasuk memenuhi kewajiban pasar dalam negeri (DMO). Sahat meminta pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam mengatur tarif ekspor POME agar sejalan dengan potensi ekonominya.

Selain itu, Sahat juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap industri POME, termasuk melalui registrasi eksportir dan pelacakan asal-usul produk. Ia menekankan pentingnya penggunaan teknologi modern dalam industri ini, seperti skim belt, yang dapat membantu dalam pengolahan limbah sawit secara efisien dan ramah lingkungan.

Semua usulan dan tindakan ini, menurut Sahat, bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam industri hilirisasi kelapa sawit dan mengoptimalkan potensi ekspor Indonesia di pasar global.

Sumber : sawitindonesia.com

Bagikan :

Artikel Lainnya