Dukungan DPR untuk Legalitas Lahan Sawit, Ateng Sutisna mendukung legalitas lahan sawit non-hutan untuk kepastian hukum petani dan perusahaan.
Arsad Ddin
29 November 2024Dukungan DPR untuk Legalitas Lahan Sawit, Ateng Sutisna mendukung legalitas lahan sawit non-hutan untuk kepastian hukum petani dan perusahaan.
Arsad Ddin
29 November 2024Foto: FPKS DPR RI - fraksi.pks.id
Jakarta, HAISAWIT - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Ateng Sutisna, mendukung rencana legalitas tanah perkebunan sawit di luar kawasan hutan yang diusulkan oleh Kementerian ATR/BPN. Rencana ini dinilai sebagai langkah penting untuk memberikan kepastian hukum kepada petani dan perusahaan sawit.
“Namun saya mengingatkan kembali bagi perkebunan sawit yang sudah terlanjur berada di dalam kawasan hutan, meminta segera untuk melakukan proses alih fungsi lahan kawasan hutan mengikuti prosedur yang berlaku,” ungkapnya seperti dilihat pada laman resmi FPKS DPR RI, Jumat (29/11/2024).
Ateng juga menyoroti tumpang tindih lahan Hak Guna Usaha (HGU) sawit dengan kawasan hutan yang masih menjadi masalah serius di Indonesia.
“Tumpang tindih lahan HGU perkebunan kelapa sawit dan kawasan hutan di Indonesia merupakan persoalan laten yang tak kunjung usai,” tandas Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat VII ini.
Menurut Ombudsman RI, terdapat 3.222.350 hektar lahan sawit yang bermasalah dengan kawasan hutan. Sementara, sumber lain menyebutkan angka yang lebih besar.
“Sedangkan menurut sumber lain, terdapat 3,5 juta hektar lahan sawit yang teridentifikasi masuk dalam kawasan hutan di seluruh Indonesia, dengan 2,87 juta hektar milik 2.389 perusahaan dan 622.000 hektar milik 1.367 petani sawit,” sebutnya.
Ateng menilai rendahnya pendataan menjadi hambatan utama dalam menyelesaikan masalah ini. Ia menekankan pentingnya percepatan proses administrasi oleh pemerintah.
“Capaian pendataan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) sangat rendah, hanya 1,54% dari total pekebun sawit rakyat,” pungkasnya.
Ateng juga mendorong Kementerian ATR/BPN untuk meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah. Inventarisasi dan verifikasi lahan yang bermasalah harus segera dilakukan guna memperoleh data yang akurat.
Langkah afirmasi terhadap hak atas tanah yang jelas juga dianggap krusial untuk menyelesaikan konflik lahan secara adil dan transparan.
“Penyelesaian masalah ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan industri kelapa sawit serta memberikan kepastian hukum bagi petani dan perusahaan yang terlibat dalam sektor ini,” tutupnya.***