Dosen UMY Kembangkan Pupuk Organik Cair Berbasis Nano Abu Sawit untuk Hortikultura

Dosen UMY mengembangkan pupuk organik cair berbasis nano abu tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Inovasi ini mendukung pertanian hortikultura ramah lingkungan dan telah melalui uji lapangan serta dipatenkan resmi.

BERITA HAI INOVASI SAWIT HAI PRODUK SAWIT

Arsad Ddin

22 Juni 2025
Bagikan :

Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr. Gatot Supangkat mengembangkan pupuk organik cair berbasis nano abu sawit untuk mendukung pertanian hortikultura berkelanjutan. (Foto: Dok. UMY).

Yogyakarta, HAISAWIT – Inovasi dalam pengelolaan limbah kelapa sawit kembali muncul dari kalangan akademisi. Seorang dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berhasil mengembangkan pupuk organik cair berbasis nano abu tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk tanaman hortikultura.

Pengembangan dilakukan oleh Dr. Ir. Gatot Supangkat, M.P., IPM., ASEAN Eng., yang juga merupakan pengajar di Fakultas Pertanian UMY. Ia memanfaatkan limbah industri sawit berupa abu TKKS sebagai bahan pengaya dalam pupuk organik cair yang ramah lingkungan.

Produk ini tidak hanya berasal dari limbah sawit, tetapi juga menggunakan urin ternak kelinci sebagai bahan dasar utama. Dari hasil pengujian laboratorium, urin kelinci dinilai paling efektif dibandingkan dengan jenis limbah hewan lainnya.

Dr. Gatot menjelaskan bahwa penambahan nano abu TKKS dilakukan melalui proses pemanasan tandan kosong sawit hingga lebih dari 800°C selama enam jam. Abu tersebut kemudian dihaluskan menggunakan teknik ball milling.

Metode milling dilakukan dengan mencampur abu dan air dengan rasio 1:2, lalu dimasukkan ke dalam mesin milling bersama bola besi berukuran 0,5 cm hingga 1,5 cm. Proses ini diputar pada kecepatan 126 RPM selama enam jam.

“Penambahan nano abu ini kami rancang sebagai pengaya nutrisi. Ukurannya yang sangat kecil memungkinkan unsur hara diserap lebih cepat oleh tanaman,” ujar Dr. Gatot, dikutip dari laman UMY, Minggu (22/06/2025).

Ia menambahkan bahwa salah satu unsur penting dalam abu tersebut adalah kalium. Senyawa ini memiliki fungsi memperkuat dinding sel tanaman sekaligus meningkatkan ketahanan terhadap serangan penyakit.

“Salah satunya adalah kalium, yang berperan penting dalam memperkuat dinding sel dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit,” ungkapnya dalam wawancara yang dilakukan di Laboratorium Produksi Agroteknologi UMY.

Formulasi terbaik dari pupuk organik cair ini ditemukan pada kombinasi dengan 3 persen nano abu TKKS. Produk tersebut telah diuji coba pada beberapa jenis tanaman hortikultura seperti cabai keriting, pakcoy, bayam, dan selada.

Hasil uji lapangan menunjukkan peningkatan pertumbuhan tanaman serta hasil panen yang lebih optimal. Selain itu, pupuk ini tidak meninggalkan residu kimia yang membahayakan tanah maupun air di sekitarnya.

Dr. Gatot menyampaikan bahwa seluruh bahan yang digunakan dalam pengembangan pupuk ini berasal dari limbah dan sisa hasil produksi. Ia menyebut bahwa pendekatan tersebut dapat memberikan nilai tambah dari limbah yang selama ini belum dimanfaatkan maksimal.

“Semua bahan yang kami gunakan berasal dari limbah dan sisa produksi. Kami ingin membuktikan bahwa dari limbah pun bisa lahir solusi cerdas yang berdampak luas bagi masyarakat,” tuturnya.

UMY menyatakan bahwa formulasi pupuk organik cair berbasis nano abu TKKS ini telah mendapatkan hak paten resmi dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Pencatatan paten tersebut dilakukan setelah melalui rangkaian uji stabilitas formula dan efektivitas di lapangan. Saat ini, produk hasil inovasi itu sedang dikaji untuk potensi hilirisasi ke masyarakat luas dan sektor pertanian mandiri.

Laboratorium Produksi Agroteknologi UMY menjadi salah satu lokasi utama dalam kegiatan riset dan pengembangan produk ini. Prosesnya juga melibatkan mahasiswa sebagai bagian dari penguatan kapasitas riset kampus.***

Bagikan :

Artikel Lainnya