-
April
8 Juni 2024-
April
8 Juni 2024Jakarta - Menjelang 2nd TPOMI 2024 (Technology & Talent Palm Oil Mill Indonesia) yang akan diselenggarakan pada 18-19 Juli mendatang, sejumlah fakta menarik mulai disinggung oleh para profesional di bidang perkebunan, salah satunya adalah kesinambungan antara kemajuan teknologi dan keterbatasan kesempatan kerja yang dapat berujung pada ancaman PHK. Hal ini dibahas oleh Ketua GAPKI Bidang SDM dan Ketenagakerjaan, Sumarjono Saragih, Jumat (7/6/24). Menurutnya, salah satu aspek di industri kelapa sawit yang semakin banyak mencuri perhatian saat ini adalah praktik perburuhan atau ketenagakerjaan.
"Selama ini, sorotan perburuhan di lingkungan pabrik sawit relatif minim. Lebih banyak perburuhan di kebun. Populasi pekerja pabrik memang kalah jauh dari jumlah yang bekerja di kebun. Wilayah kerja juga relatif kecil. Tapi pabrik tidak boleh lalai dan harus juga berbenah. Kini juga mulai ada sorotan tentang 'food grade standard'," ungkap Sumarjono. Ia juga menjabat sebagai Chairman & Founder Worker Initiatives for Sustainable Palm Oil (WISPO) dan menyebutkan bahwa ada sekitar 1.800 pabrik sawit yang mengolah TBS, dengan 58% berasal dari kebun perusahaan dan 42% dari lahan milik petani.
"Bila setiap pabrik punya 200 orang pekerja, maka ada 360.000 pekerja (keluarga). Dengan dua anak dan satu suami atau istri, artinya ada sebanyak 1.440.000 orang yang menikmati kehidupan dari operasional pabrik," ujarnya. Sumarjono menambahkan bahwa tantangan lingkungan kerja di pabrik berbeda, tetapi kewajiban pemenuhan standar keberlanjutan sama, termasuk K3 yang oleh ILO sudah menjadi salah satu Fundamental Principles and Rights at Work. "Artinya hak dasar pekerja. Lokasi kerja pabrik rentan ancaman K3. Ancaman K3 bisa terjadi kapan dan di mana saja. Bahkan tabrakan pesawat terjadi di bandara Haneda Jepang. Negara maju budaya K3 dan di industri sarat teknologi canggih. Jadi K3 bukan hanya perlu jadi budaya, tapi sudah harus menjadi proses bisnis," kata Sumarjono.
Ia menilai kualitas kepatuhan terhadap proses bisnis akan lebih tinggi bila manajemen dan pekerja (serikat) memiliki komitmen yang sama, hal ini harus dibangun melalui dialog sosial yang menjadi bagian proses kerja dan indeks kinerja (KPI). "Bila K3 dan semua praktik terbaik perburuhan dilakukan, maka sawit Indonesia akan (makin) berkelanjutan. Lebih dari itu, sawit pun ikut menghasilkan keluarga dan generasi untuk Indonesia Emas 2045," ujarnya.
Konferensi dan ekshibisi pabrik sawit ke-2 atau 2nd TPOMI 2024 mengusung tema ‘Teknologi dan Talenta (Manusia)’. Sumarjono mengatakan adopsi teknologi dibutuhkan untuk efisiensi dan produktivitas. Namun, penerapan teknologi itu sendiri juga memerlukan 'seni' untuk menanggulangi dampak negatif dari kemajuan teknologi, seperti potensi pengurangan kebutuhan pekerja yang bisa berujung pada PHK. "Pabrik sawit harus berpacu dan seimbang. Memenuhi sederet syarat keberlanjutan. Mengadopsi teknologi (mesin, IoT, dan AI) dan mengelola orang. Pekerja juga harus waspada dan terus skiling, up-skilling, dan re-skilling," jelas Sumarjono.
Dalam persiapan menjelang 2nd TPOMI 2024 dan konferensi pers pada Sabtu (1/6/24) lalu, disebutkan dampak adopsi AI. Di satu pos aktivitas bongkar muat dan sortasi bisa menghemat 75% pekerja. Konon dari 20 orang bisa menjadi 5 orang saja bila menggunakan AI (Artificial Intelligence). "Industri sawit memang relatif lambat dalam adopsi teknologi (AI dan IoT). Tapi cepat atau lambat, akan datang masanya dan masif. Pilihannya satu: Bersiap!" pungkasnya.
Pendaftaran 2nd TPOMI 2024:
- Instagram: @tpomindonesia_medbun
- Email: medbunevent@gmail.com
- Website: tpomi.net