Potensi Gula Merah Sawit Capai 3,7 Juta Ton per Tahun dari Replanting Sawit

Produksi gula merah sawit dari batang sawit replanting dinilai mampu memperkuat swasembada gula nasional. Dengan potensi besar, gula fruktosa ini juga lebih sehat dan ramah lingkungan.

BERITA HAI PRODUK SAWIT

Arsad Ddin

8 April 2025
Bagikan :


Dari satu pohon sawit replanting, bisa diperoleh 60 kg gula sawit. (Doc. FMT / via gapki.id)

Jakarta, HAISAWIT – Gula merah sawit menjadi salah satu sumber gula alternatif yang mulai dilirik sebagai bagian dari solusi atas tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor gula. Potensi produksinya cukup besar dan berasal dari kegiatan replanting sawit tahunan.

Berdasarkan data dari Tim Riset PASPI, potensi produksi gula merah sawit dapat mencapai 3,7 juta ton per tahun. Jumlah tersebut berasal dari 4 persen luasan kebun sawit yang di-replanting setiap tahunnya.

Dilansir laman GAPKI, Selasa (08/04/2025), Indonesia memiliki sekitar 16,8 juta hektar kebun sawit. Dari total luas tersebut, replanting tahunan yang dilakukan secara rutin menghasilkan batang sawit yang berpotensi menghasilkan nira.

Setiap batang sawit yang ditebang mampu menghasilkan air nira selama 30 hingga 40 hari. Produksi nira ini berkisar antara 5 sampai 7 liter per hari per pohon.

Jika diolah menjadi gula merah, hasilnya mencapai sekitar 1,2 hingga 1,75 kilogram per pohon per hari. Rendemen tersebut membuat pemanfaatan batang sawit untuk gula merah menjadi layak secara ekonomi.

Pada lahan seluas satu hektar replanting, potensi produksi gula merah sawit dapat mencapai lebih dari 6 ton dalam satu siklus produksi. Jumlah ini memberikan tambahan nilai dari proses replanting yang selama ini hanya dianggap sebagai biaya.

Selain potensi volume produksi, gula merah sawit juga memiliki keunggulan pada aspek kesehatan. Gula ini berbasis fruktosa, yang berbeda dari gula tebu berbasis sukrosa.

Gula fruktosa diketahui lebih ringan diproses oleh tubuh. Di beberapa negara, penggunaan fruktosa dari sumber nabati juga telah dikembangkan sejak lama.

Keunggulan lain terletak pada ketersediaan dan distribusinya. Gula merah sawit dapat diproduksi secara tersebar di lebih dari 250 kabupaten, mengikuti penyebaran perkebunan sawit nasional.

Dari sisi keberlanjutan, pemanfaatan batang sawit yang sudah ditebang untuk produksi nira menjadi bagian dari ekonomi sirkuler. Limbah batang sawit tidak lagi dibuang, melainkan diolah menjadi produk bernilai.

Biaya produksinya juga relatif rendah karena tidak memerlukan penanaman baru. Produksi dilakukan secara lokal, sehingga efisiensi distribusi lebih baik dan jejak karbon pun menjadi rendah.

Fakta lain menunjukkan bahwa produksi gula merah sawit juga berkontribusi dalam pengendalian hama seperti kumbang tanduk. Proses pengambilan nira turut mempercepat penguraian batang sawit.

Kehadiran gula merah sawit dinilai menjadi peluang baru dalam upaya percepatan swasembada gula nasional. Terutama ketika produksi gula tebu belum mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi.

Dengan volume produksi bisa mencapai jutaan ton setiap tahun, keberadaan gula merah sawit dinilai mampu menjadi penyeimbang kebutuhan dalam negeri. Pemerintah dan pelaku industri mulai melihat potensi ini dalam upaya membangun sistem pangan yang lebih mandiri dan berkelanjutan.***

Bagikan :

Artikel Lainnya