Kementerian Pertanian menyampaikan empat agenda transformasi sektor sawit di Simposium HASI 2025, mencakup perbaikan data, regenerasi tenaga teknis, pengendalian Ganoderma, dan penguatan hilirisasi.
Arsad Ddin
8 Mei 2025Kementerian Pertanian menyampaikan empat agenda transformasi sektor sawit di Simposium HASI 2025, mencakup perbaikan data, regenerasi tenaga teknis, pengendalian Ganoderma, dan penguatan hilirisasi.
Arsad Ddin
8 Mei 2025Jakarta, HAISAWIT – Kementerian Pertanian memaparkan empat agenda utama dalam upaya transformasi sistem produksi sawit nasional. Agenda tersebut disampaikan dalam acara Hai Sawit Simposium (HASI) 2025 di Birawa Assembly Hall, Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (07/05/2025).
Empat agenda itu meliputi regenerasi tenaga teknis, digitalisasi kebun rakyat, penguatan hilirisasi, dan konsolidasi data sawit nasional.
Perwakilan Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri S.P., M.Agr., Ph.D, hadir mewakili Menteri Pertanian RI dalam simposium tersebut.
Ia menyampaikan bahwa sawit merupakan salah satu komoditas paling strategis dalam mendukung ekonomi nasional.
“Sawit merupakan komoditas strategis nasional yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam lima tahun terakhir (2020–2024), industri ini menunjukkan ketahanan dan adaptasi yang luar biasa,” ujar Kuntoro, Rabu (07/05/2025).
Kuntoro memaparkan data terkini mengenai luas lahan dan capaian produksi sawit di Indonesia.
“Saat ini, luas areal sawit nasional mencapai 16,83 juta hektar dengan produktivitas rata-rata nasional 3,6 ton CPO/ha/tahun. Produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 45,5 juta ton dan Palm Kernel Oil (PKO) sebesar 4,7 juta ton. Volume ekspor menembus 30 juta ton dengan devisa lebih dari USD 28 miliar atau setara 440 triliun,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya perhatian terhadap tantangan produksi sawit, seperti serangan penyakit tanaman.
“Namun, kita juga menghadapi tantangan besar yaitu perubahan iklim, isu lingkungan dan sosial, serangan hama dan penyakit, teristimewa penyakit Busuk Pangkal Batang yang disebabkan oleh cendawan Ganoderma boninense, yang dapat menyebabkan kerugian hingga 50% di beberapa sentra produksi,” ungkapnya.
Kementan menyampaikan bahwa teknologi pengendalian penyakit ini sudah mulai diterapkan di beberapa daerah.
“Berbagai teknologi pengendalian Ganoderma telah dikembangkan, mulai dari penggunaan agen hayati (Trichoderma sp.), sistem monitoring digital berbasis kecerdasan buatan, hingga pengembangan varietas moderat tahan Ganoderma melalui bioteknologi,” jelas Kuntoro.
Selain itu, penguatan hilirisasi dan energi berbasis sawit juga menjadi fokus dalam transformasi. Kementan turut mendukung pengembangan biodiesel hingga uji coba B50 dan B100.
Simposium ini menjadi ajang kolaborasi antara pelaku industri sawit dari Indonesia dan Malaysia dalam membahas digitalisasi dan mekanisasi perkebunan sawit.
HASI 2025 diselenggarakan oleh Hai Sawit Indonesia dan HIPKASI selama dua hari, 7–8 Mei 2025, dengan menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri.***