Ketua GPPI, Delima Hasri Azahari: Penertiban Kawasan Hutan Harus Berkeadilan dan Dukung Produktivitas Petani Sawit

Ketua Umum GPPI, Dr. Delima Hasri Azahari, menyampaikan dukungan terhadap Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dengan catatan harus dilakukan adil dan tetap menjaga produktivitas petani sawit.

BERITA

Arsad Ddin

8 April 2025
Bagikan :

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI). Dr. Ir. Hj. Delima Hasri Azahari, M.S., (Foto. Doc. GPPI)

Bogor, HAISAWIT – Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI), Dr. Ir. Hj. Delima Hasri Azahari, M.S., menyatakan bahwa Penertiban Kawasan Hutan (PKH) harus dilakukan secara berkeadilan dan tetap mendukung produktivitas petani sawit dalam pernyataan yang disampaikannya pada Jumat (29/03/2025).

PKH merupakan program yang bertujuan menertibkan aktivitas dalam kawasan hutan yang tidak sesuai peruntukan, termasuk perkebunan kelapa sawit yang belum memiliki legalitas.

Dalam pernyataannya, Delima Hasri menyatakan bahwa dirinya mendukung pelaksanaan PKH. Namun, ia memberikan sejumlah catatan agar kebijakan tersebut bisa berjalan adil dan tetap mendukung petani sawit.

Menurutnya, pelaksanaan PKH semestinya dilakukan tanpa membeda-bedakan pihak yang terkena kebijakan tersebut.

"PKH dilaksanakan tanpa diskriminasi," ujarnya, dalam keterangan yang diterima Hai Sawit.

Selain keadilan, ia juga menekankan pentingnya memberi waktu kepada petani untuk menyelesaikan satu siklus tanam sebelum kebijakan dijalankan secara penuh.

"Pelaksanaan PKH untuk petani sawit dilakukan dengan batas waktu sampai dengan 1 siklus tanaman dan sampai dengan berakhirnya 1 siklus tanaman, petani masih diijinkan melakukan panen dan menjual hasil panennya secara legal," jelasnya.

Delima juga menyorot perlunya solusi berupa legalisasi lahan melalui kawasan APL agar petani tetap bisa berproduksi secara sah.

"Petani diberikan alternatif kawasan APL dengan memberikan hak secara legal kepada koperasi milik petani dan dengan keharusan petani ikut dalam program sertifikasi ISPO," lanjutnya.

Pemerintah, menurutnya, juga perlu memberikan dukungan agar produktivitas dan kualitas tandan buah segar (TBS) petani bisa memenuhi standar nasional.

"Pemerintah menyediakan fasilitasi pelatihan GAP, GMP dan GHP agar produktivitas dan kualitas TBS petani memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI)," sebutnya.

Selain aspek produksi, Ketua GPPI ini juga menekankan perlunya pembiayaan untuk pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) milik petani.

"Pemerintah memfasilitasi dan menyediakan akses pembiayaan pembangunan PKS Petani supaya hasil TBS petani dapat diolah sesuai standar SNI dan standar ISPO," katanya.

Ia juga mengusulkan agar penentuan harga TBS dilakukan berdasarkan kualitas buah yang lebih terukur dan teknis.

"Pemerintah menyiapkan tabel rafaksi produksi TBS yang berisi kualitas kematangan buah, kadar air dan persyaratan teknis lainnya sebagai dasar penentuan harga TBS petani," ujarnya lagi.

Komponen Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL), menurut Delima, perlu dikelola secara transparan agar bisa kembali mendukung petani.

"Dalam penentuan harga TBS yang menggunakan indeks K, komponen Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL), agar dikelola secara transparan oleh PKS dan koperasi petani untuk digunakan kembali oleh petani untuk pelatihan, pemeliharaan kebun dan menjaga produksi TBS dan CPO secara berkelanjutan," terangnya.

GPPI juga melihat potensi besar dari pemanfaatan limbah sawit yang dapat dikelola oleh koperasi petani untuk menghasilkan nilai tambah.

"Dana BOTL juga dapat dimanfaatkan oleh petani melalui koperasi petani untuk mengolah limbah cair, minyak bekas, dan limbah massa sawit untuk memproduksi limbah sawit dan menjadikan limbah sawit menjadi berkah untuk petani," katanya.

Pandangan yang disampaikan Delima Hasri muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran sebagian pelaku usaha perkebunan atas pelaksanaan PKH di berbagai daerah.

Beberapa pihak menilai program ini bisa berdampak langsung pada petani kecil jika tidak disertai dengan mekanisme transisi yang adil.

Dalam pernyataan tersebut, Delima Hasri memberikan sejumlah solusi yang dapat dipertimbangkan pemerintah agar kebijakan ini tidak menjadi beban bagi petani, tetapi justru memperkuat keberlanjutan industri sawit nasional.***

Bagikan :

Artikel Lainnya