Petani sawit dari 24 provinsi mendesak revisi Permentan 01/2018, mengusulkan sistem bagi hasil yang lebih adil.
HLS Redaksi
15 Juli 2024Petani sawit dari 24 provinsi mendesak revisi Permentan 01/2018, mengusulkan sistem bagi hasil yang lebih adil.
HLS Redaksi
15 Juli 2024Jatinangor, HAISAWIT – Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani sawit di Indonesia, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP APKASINDO) mengadakan workshop yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Universitas IKOPIN, Jatinangor, Jumat (12/7/2024).
Acara ini dihadiri oleh perwakilan petani sawit dari 24 provinsi, mulai dari Aceh hingga Papua, serta berbagai asosiasi petani sawit lainnya seperti ASPEKPIR dan SAMADE.
Workshop yang berlangsung pada Hari Koperasi ini mengangkat tema "Peningkatan Kesejahteraan Pekebun Melalui Permentan 01/2018". Para petani membahas masa depan industri sawit, terutama terkait harga Tandan Buah Segar (TBS) dan pola kelembagaan yang diatur dalam Permentan 01/2018.
Rektor IKOPIN University, Prof. Agus Pakpahan, menjelaskan bahwa model perhitungan harga TBS dalam Permentan 01/2018 sudah tidak relevan lagi dan memerlukan pembaruan.
"Model perhitungan TBS Petani ini sudah tidak lazim lagi digunakan karena cukup rumit dan panjang rumusnya. Sebaiknya diterapkan sistem bagi hasil di mana petani dan pabrik pengolahan mendapatkan nilai produksi dari produk akhir yang sama yaitu CPO atau minyak makan merah, atau produk turunannya," ujar Prof. Agus.
Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Dr. Sunari, menambahkan bahwa BPDPKS sudah memberikan perhatian besar untuk melindungi harga TBS sawit petani.
"Kami telah mendukung melalui program yang sudah difasilitasi antara lain Pengujian Rendemen Provinsi dan fasilitasi penguatan Permentan 01 Tahun 2018," ungkapnya.
Selain itu, Direktur PPHP Kementerian Pertanian RI, Prayudi Syamsuri, menjelaskan bahwa Indonesia memproduksi 58% minyak sawit dari total produksi dunia, menjadikannya sebagai komoditas strategis.
"Dengan semakin strategisnya sawit, tekanan terhadap komoditas ini semakin kuat. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang kuat dan efektif untuk melindungi petani," katanya.
Ketua Umum APKASINDO, Dr. Ir. Gulat ME Manurung, MP.,C.IMA.,C.APO, menegaskan pentingnya keberadaan pabrik sawit tanpa kebun (PKS Komersil) yang sangat dibutuhkan oleh petani swadaya.
"Siapapun ditanya akan mengatakan fatal dan chaos jika sampai PKS Komersil diganggu bahkan dipermasalahkan keberadaannya. Pemerintah harus melihat keinginan kelompok tertentu yang meminta PKS Komersil ditutup sebagai ancaman serius terhadap perekonomian masyarakat dan negara," tegasnya.
Dalam rumusan workshop, Gulat juga mengusulkan agar perguruan tinggi di setiap provinsi sawit masuk dalam tim harga dan mengambil peran dalam pembinaan kelompok petani dan koperasi baik di sektor hulu maupun manajemen koperasi.
"Petani sawit, termasuk petani swadaya, harus dilindungi oleh regulasi yang kuat," tambahnya.
Gulat menyampaikan bahwa perhitungan TBS petani yang saat ini menggunakan BOL dan BOTL sebaiknya diubah menjadi prosentase rendemen.
"Ini sangat sederhana tanpa menimbulkan kegaduhan. Yang dibutuhkan saat ini adalah alat pengukur rendemen TBS dan itu tidak susah, ITB, UI, UGM dan universitas fakultas teknik lainnya pasti bisa menciptakannya," ujarnya.
Workshop ini menghasilkan berbagai rekomendasi yang diharapkan dapat dijadikan masukan bagi penyusun regulasi di kementerian terkait. Para petani sawit berharap agar revisi Permentan 01/2018 dapat segera dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan memastikan keberlanjutan industri sawit di Indonesia.