WRI Indonesia Gelar Diskusi Panel Bahas Dekarbonisasi Industri Kelapa Sawit

WRI Indonesia mendorong dekarbonisasi industri kelapa sawit melalui pendekatan Lanskap dan Yurisdiksi, dengan potensi pengurangan emisi hingga 1,99 miliar ton CO2e pada 2030.

BERITA

Arsad Ddin

14 Januari 2025
Bagikan :


Peserta diskusi sedang berbagi pengalaman terkait dekarbonisasi dalam industri kelapa sawit. (Foto: wri-indonesia.org)

HAISAWIT – Industri kelapa sawit kini berada di titik penting dalam perjalanan menuju keberlanjutan. Dengan meningkatnya urgensi untuk mengatasi perubahan iklim, dekarbonisasi sektor kelapa sawit menjadi langkah krusial untuk membatasi pemanasan global di bawah 1,5°C. Tidak hanya produsen, tetapi juga pembeli dan investor global semakin berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dalam produk kelapa sawit.

Tantangan besar kini ada pada emisi tidak langsung (Scope 3) yang terjadi sepanjang rantai pasok industri kelapa sawit. Transportasi, penyuplai, dan pembuangan limbah menjadi sumber utama emisi yang harus dikelola.

Untuk itu, WRI Indonesia bekerja sama dengan Carbon Disclosure Project Indonesia (CDP Indonesia) menggelar diskusi panel di Bangkok, Thailand, pada 11 November 2024, yang dihadiri oleh berbagai perwakilan perusahaan kelapa sawit di Asia Tenggara.

Dalam diskusi tersebut, salah satu topik utama yang dibahas adalah upaya pengurangan emisi dari sektor kelapa sawit di negara-negara penghasil utama, seperti Indonesia dan Malaysia.

Potensi pengurangan emisi yang bisa dicapai sangat besar, yaitu hingga 1,99 miliar ton CO2e pada tahun 2030. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara mengurangi deforestasi, melakukan restorasi lahan gambut, serta meningkatkan kapasitas penyerapan karbon di lahan sawit.

Fachrizal Nasr, Regional Manager, Forests dari CDP Asia Pacific, menjelaskan:

“Di Asia-Pasifik, pelaporan emisi yang bersumber dari operasional perusahaan (Scope 1) dan penggunaan energi (Scope 2) melampaui rata-rata global, masing-masing sebesar 73% dan 67%. Sementara pelaporan Scope 3, meski tertinggal, mulai meningkat. Emisi Scope 3 berdampak hingga 26 kali lebih besar, melalui pendekatan lanskap yang menghubungkan perusahaan dengan komunitas sekitar. Dengan membangun dan mendorong tujuan dekarbonisasi perusahaan agar lebih keberlanjutan di tingkat regional,” jelasnya, seperti dilihat pada laman resmi WRI Indonesia, Senin (13/01/2025).

Pendekatan Lanskap dan Yurisdiksi (LJA) dianggap sebagai salah satu solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Di Indonesia, LJA telah membantu memperbaiki tata kelola lahan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.

Kolaborasi ini diharapkan dapat mengurangi risiko lingkungan, seperti deforestasi, serta memperkuat ketahanan industri kelapa sawit di pasar global yang semakin menuntut praktik berkelanjutan.

Izzu Prawiranegara, Sustainable Supply Chain Analyst WRI Indonesia, menyatakan:

“Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mencapai netralitas karbon, dengan industri kelapa sawit memainkan peran penting. Kami ingin menciptakan industri yang lebih berkelanjutan dan tangguh, yang selaras dengan tujuan dekarbonisasi global,” jelasnya.

WRI Indonesia juga tengah mengembangkan alat untuk menghitung jejak karbon yang dihasilkan oleh perusahaan kelapa sawit. Dengan adanya alat ini, diharapkan perusahaan dapat lebih mudah melaporkan emisi Scope 3 dan mengambil langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak lingkungannya.

Tahun ini, hampir 80 perusahaan kelapa sawit telah mengikuti pelatihan penghitungan karbon yang digelar oleh WRI Indonesia bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Seiring dengan upaya tersebut, WRI Indonesia dan mitra industri lainnya berkomitmen untuk terus mendorong sektor kelapa sawit Indonesia menuju keberlanjutan. Dengan pelaporan yang lebih transparan dan pengelolaan emisi yang lebih baik, diharapkan industri kelapa sawit dapat memenuhi target dekarbonisasi global dan tetap kompetitif di pasar internasional.***

 

Bagikan :

Artikel Lainnya